"Prememory, it
really plays tricks on me from time to time, but for the life of me, I really
do remember some things that there is no way I could have known about!"
Kenangan adalah satu-satunya hal
yang mau tak mau, suka ataupun tak suka akan selalu memberikan kesan bahwa tak
ada kisah yang benar-benar sempurna di dalam semesta. Banyak orang menganggap
kenangan merupakan hal yang paling menjebak, karena semakin sering seseorang
mengenang sesuatu, maka euphorianya akan semakin tak terasa. Tapi jika
seseorang mengenang sesuatu di saat waktu-waktu yang tak terduga, dalam waktu-waktu
tertentu, dia akan merasa bahwa dunia nyata mungkin tak akan lebih baik dari
kenangan yang pernah ada.
~~
Aku mempunyai seseorang atau bisa
disebut juga sebagai sosok sahabat yang sangat berpengaruh dalam hidupku. Namanya
Lee Taemin. Dialah orang yang telah membukakanku
pintu ke dunia baru yang bernama Kim Jonghyun.
Jadi Taemin dan Jonghyun dulu sebenarnya adalah teman dekat sejak duduk
di bangku Junior High School. Taemin tahu segalanya tentang Jonghyun karena
mereka saling terbuka satu sama lain. Saat memasuki bangku Senior High School,
mereka tetap berada satu sekolah tapi berbeda kelas dan berakhirlah seorang Lee
Taemin satu kelas denganku. Aku mengenal Taemin sebagai sosok yang supel dan
hangat dalam berteman jadi aku mudah sekali akrab dengannya.
Semua berawal ketika kami sedang
istirahat di kantin sekolah dan lewatlah sosok pemuda tak terlalu tinggi di
depan kami. Aku penasaran dengan sosoknya karena kurasa aku tak pernah melihatnya
di sekolah ini.
“Hei, Taemin-ah. Kau tau siapa
dia?” tanyaku sambil menunjuk pemuda yang sekarang sedang berkumpul dan
bercanda bersama seorang temannya.
“Oh, Dia Kim Jonghyun, kelas
10.2. Kenapa?”
“Tak apa-apa. Aku hanya merasa
baru pertama kali ini melihatnya. Dia terlihat asing.” Tapi manis.
“Kan letak kelas kita memang jauh
dari kelasnya, wajar kalau kau tak pernah melihatnya, Key. Tapi aku
mengenalnya. Dia temanku waktu di Junior High School dulu.”
“Oh, arraseo. Eh dia punya lesung pipi!” Teriakku tiba-tiba sambil
menunjuk ke arah wajahnya yang sedang tersenyum manis bersama seorang temannya.
Untunglah jarak kami tak terlalu dekat jadi sangat kecil kemungkinan untuk
mereka mendengar pekikan kecilku tadi.
“Haha apa kau suka dengannya,
Key? Nanti biar kukenalkan.”
“Hey kau kan tahu kalau aku suka
melihat orang yang mempunyai lesung pipi.”
“Iya aku tahu, tapi kalau kau mau
berkenalan dengannya, nanti akan kukenalkan.”
“Sssst apa-apaan kau Taemin-ah.
Dia itu terlalu sempurna. Lihatlah caranya tersenyum. Indah sekali. Aku tak
perlu mengenalnya. Melihatnya dari jauh itu sudah cukup ^^.”
~~
Aku tak pernah tertarik ataupun
berambisi dengan sesuatu apalagi dalam hal menyukai seseorang. Bahkan ketika
Taemin bercerita tentang Kim Jonghyun yang ingin berkenalan denganku (aku tak
tahu bagaimana kejadian awalnya), aku juga tak terlalu berharap banyak. Mungkin bisa berkenalan dan menjadi teman Kim
Jonghyun adalah suatu keberuntungan bagiku. Tapi setelah beberapa hari
mengenalnya, aku memang sedikit berharap lebih. Sedikit. Dan sedikit harapan
itulah yang membawaku mengalami hal yang tak pernah kuduga sama sekali.
“Hey, Key. Maukah kau jadi kekasihku?”
Satu kalimat penghantar yang membuatku
merasakan seribu keraguan saat Kim Jonghyun mengucapkan kalimat sakral itu
padaku. Aku memang tipe orang yang sulit percaya pada orang lain. Tapi anehnya,
aku mengatakan ‘iya’ saat itu karena aku percaya dengan degupan jantungku yang kurasa
terlalu keras saat dia tersenyum hanya padaku.
Kabar gembira ini tentunya langsung
kusampaikan pada Taemin dan dia adalah orang yang pertama kali tahu tentang
hubungan kami. Dia juga berjanji akan membantu hubunganku dengan Kim Jonghyun. Dan sepertinya benih cinta mulai tumbuh dan
bersemi di hatiku hari demi hari, tapi rasa ragu juga ikut menyertai karena aku
baru menyadari kalau seorang Kim Jongyun selalu dikelilingi oleh orang-orang
yang lebih sempurna daripada aku saat ini. Setiap hari ada saja yang
mengajaknya berkenalan. Entah itu kakak kelas ataupun adik kelas selalu
menghubungi nomor handphone nya bahkan
saat dia sedang bersamaku. Terlalu banyak hal yang membuatku ragu. Atau mungkin
takut. Tapi Lee Taemin selalu berkata padaku untuk percaya padanya.
“Bagaimana aku tak takut,
Taemin-ah? Lihatlah mereka! Mereka bisa dikatakan lebih dalam hal apapun
dibandingkan denganku. Sementara aku? Bagaimana kalau dia berpaling?”
“Tenanglah, Key. Percayalah
padanya. Dia memang tak pernah menunjukkan secara terang-terangan kalau dia
menyayangimu. Tapi ketahuilah, dia pasti punya caranya tersendiri.”
Dan alasan itu kuketahui beberapa
hari kemudian. Aku dan Kim Jonghyun memang berbeda kelas, tapi kami selalu
berangkat dan pulang sekolah bersama-sama. Biasanya yang keluar kelas lebih
dulu akan menunggu di gerbang sekolah. Hari itu Kim Jonghyun lupa membawa
handphone nya dan akhirnya sebelum pelajaran dimulai dia meminjam handphoneku
dengan alasan untuk mendengarkan musik saat dia merasa bosan di kelas nanti. Tanpa
curiga langsung kupinjamkan handphoneku padanya karena aku juga tak mempunyai
apapun untuk kusembunyikan. Saat pulang sekolah, Kim Jonghyun sudah bertengger
manis di depan gerbang menungguku. Aku tersenyum padanya tapi dia tak membalas
senyumku sama sekali. Dia langsung pergi saat aku mendekatinya. Dia berjalan
mendahuluiku. Saat kutanya ada apa, dia tak menjawab. Dia diam seribu bahasa
sambil menyembunyikan tangannya di dalam saku.
“Kau kenapa, Jonghyun-ah?”
“.....”
“Hey! Jawab aku.”
“Aku tak apa-apa.”
“Kau bohong. Kenapa kau daritadi
diam saja? Ada apa?”
“Aku bilang aku tak apa-apa!” Dia
mengucapkannya dengan nada tinggi. Dia marah.
“Katakan padaku. Apa aku salah?
Apa salahku?”
Sesaat kemudian dia merogoh saku
celananya dengan tangan kirinya dan menyerahkan handphoneku padaku. Karena aku
curiga, akupun langsung mengecek inbox pesan yang masuk di handphoneku. Dan
dugaanku benar. Ada pesan yang masuk di waktu yang sangat tidak tepat, di saat
handphoneku dibawa oleh Jonghyun seharian tadi. Pesan yang sangat tidak aku
inginkan untuk dibaca oleh Jonghyun. Pesan dari seseorang dari masa laluku.
“Jonghyun-ah. Kau membaca pesan
ini?”
“Untuk apa? Tidak penting.”
“Kumohon, Jonghyun-ah. Dia hanya
masa laluku. Apa kau tak percaya padaku?”
“Aku percaya padamu, Key! Tapi
bagaimana bisa dengan entengnya dia mengirimimu pesan ‘Aku masih mencintaimu’ dan bicara panjang lebar? Bagaimana
bisa????”
“Itu tak penting, Jonghyun-ah. Yang
paling penting sekarang adalah AKU MENCINTAIMU! Bukan dia. Bukankah begitu?”
“Iya aku tahu. Tapi tetap saja
aku emosi sampai-sampai aku memukul dinding gerbang sekolah. Aku ini kekasihmu
Key. Apa aku tak berhak cemburu?”
Dan Jonghyun pun berjalan duluan
dan pergi meninggalkanku di belakang.
Sesampainya di rumah, aku tak
tahu harus berbuat apa. Aku bingung memikirkan cara bagaimana meredakan amarah
dan meyakinkan Jonghyun. Aku tetap menangis tak perduli walaupun aku belum sempat
mengganti seragam sekolahku. Sesaat kemudian kudengar pintu depan diketuk berulang
kali oleh seseorang. Dan ketika kubuka, muncullah Jonghyun dengan wajah
kusutnya.
“Key, maafkan aku.”
Wajahnya yang kusut terlihat
lelah seperti sedang memikirkan banyak hal.
“Hey, seharusnya aku yang minta
maaf. Aku yang salah.”
“Bukan, Key. Seharusnya aku tidak
marah-marah padamu seperti tadi.”
“Tak apa-apa, Jonghyun-ah.
Seharusnya aku yang tidak membuatmu kecewa.”
“Baiklah. Kalau begitu sebagai
gantinya, aku mau kau mengobati tanganku. Lihatlah Key, ini
membengkak!” Dia
mengeluarkan tangan kanannya yang sedari tadi dimasukkan ke dalam saku.”
“Lagian siapa yang menyuruhmu
memukul tembok! Tembok tak bersalahpun ikut kau pukul.”
“Siapa yang tidak marah kalau ada
orang lain yang bilang kalau dia mencintai kekasihmu, hah? Siapa
yang tidak
marah?”
“Jadi, kau cemburu?”
“Siapa yang cemburu? Aku marah
Key. Marah!”
“Baiklah tuan pemarah yang aku
sayang. Sebagai gantinya akan kukompres tanganmu yang sok kuat ini. Mana
tanganmu?”
Dan diapun mengulurkan tangannya
yang masih lumayan bengkak sambil tersenyum menampakkan lesung pipinya yang
manis. Yah, hatiku berdebar lagi untuk yang kesekian kalinya. Rasa ragu
pada Kim Jonghyun yang selama ini
menghantui fikiranku sedikit hilang karena sikap marah-marahnya karena cemburu.
Apakah seperti itu yang dinamakan cemburu?
~~
~~
Aku sadar hubunganku dengan Kim
Jonghyun tidak selalu berjalan mulus seperti yang aku inginkan. Dan ketika
berpisah merupakan satu-satunya jalan terbaik, apalagi yang bisa aku perbuat?
Hanya menunggunya dengan perasaan yang sama bahkan semakin bertambah di setiap harinya
memang tak mudah. Apalagi jika aku tahu dia sudah menemukan dunianya yang baru
di sana, waktu dan jarak telah mengalahkanku dengan telak. Apa aku harus
memaksakan diri untuk menunggunya lebih lama?
Jadi ketika aku menemukan sesuatu
yang bisa mengalihkanku dari dunia Kim Jonghyun, aku mulai sedikit membuka
hati. Bukankah aku harus sedikit lebih egois agar aku juga tahu bagaimana
rasanya bahagia (lagi)?
Namanya Lee Jinki, dia setahun
lebih tua dariku. Dia dulu adalah pemuda cerdas yang selalu duduk di belakangku
saat di bangku Senior High School. Hubunganku dengannya memang teman yang
selalu peduli satu sama lain. Dia sering bercerita padaku tentang hubungannya
dengan kekasihnya yang sudah ia jalin selama lebih dari 4 tahun. Akupun juga
sering bercerita tentang masalahku dengan Kim Jonghyun padanya karena menurutku
dia merupakan tempat berbagi cerita yang tepat bahkan dia juga sering memberiku
solusi sebagai orang yang lebih berpengalaman. Bahkan saat aku dalam masa
‘penantian-yang-tidak-pasti’, dia selalu mendukungku dengan memberi
support-support kecil yang selalu membuatku merasa semua akan baik-baik saja, walaupun
sebenarnya aku tak pernah baik-baik saja sejak tak ada Kim Jonghyun lagi di
sisiku.
Aku mengidolakan sosoknya yang
selalu dewasa dalam menghadapi masalah apapun. Dia selalu ada saat aku butuhkan,
bahkan saat aku sedang sedih dan tertekan. Dia selalu berusaha menenangkanku
dan selalu membuatku nyaman dengan hanya mendengarkan kata-katanya. Aku selalu
merasa bahwa seseorang yang menjadi kekasih Lee Jinki adalah orang yang paling
beruntung di dunia. Dari caranya menatap, aku yakin semua orang di dunia ini
akan jatuh padanya. Tak terkecuali aku. Tapi sayangnya aku mungkin tak akan
jatuh padanya karena saat ini aku masih berpegang erat pada kenanganku.
Kabar perpisahan Lee Jinki dengan
kekasihnya adalah kabar yang paling tidak aku percayai walaupun aku
mendengarnya langsung darinya. Bagaimana tidak, drama antara seorang Lee Jinki
dengan segala pesonanya yang mencintai kekasihnya yang maha sempurna sekarang sudah
tak ada lagi. Ketika kutanya apa alasannya, dia selalu mengatakan ‘tak ada apa-apa dan jangan tanyakan itu
lagi’. Lalu, Lee Jinki menghilang.
Dia kembali menjadi Lee Jinki
yang baru beberapa bulan kemudian. Aku juga menepis rasa penasaranku tentang
alasan mereka berpisah jadi aku tak pernah bertanya lagi padanya. Dan semakin
hari dia semakin perhatian padaku dari sebelumnya dan akhirnya datanglah suatu
momen yang membuat jantungku hampir berhenti berdetak untuk kesekian kalinya.
“Key, bisakah kau menerima hatiku?”
Kalimat yang sederhana dan singkat,
tapi aku membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk menjawabnya. Aku berusaha
mencari jawaban yang sebenarnya sudah ada di depan mataku. Kami sama-sama
sedang terluka. Kami juga sama-sama sedang mencari apa itu ‘bahagia’. Apakah
itu bisa dijadikan alasan agar aku menerimanya? Lalu bagaimana dengan kata
‘cinta’? Apa dia benar-benar mencintaiku? Atau apa dia hanya sedang
membutuhkanku? Seribu pertanyaan mulai berjejalan di otakku yang pada akhirnya
Lee Jinki memberiku waktu sementara dia pergi ke Beijing, China.
Jarak Beijing-Daegu bukanlah
jarak yang bisa ditempuh hanya dengan beberapa menit berkendara. Tapi Lee Jinki
membuktikannya dengan dia selalu datang saat hari ulang tahunku 2 tahun
berturut-turut dan memberiku kejutan apapun itu. Dia selalu menjadikanku
prioritasnya dan itu sukses membuatku luluh. Dan di pertengahan tahun, akupun
resmi menerima hatinya, dan memutuskan
untuk mencoba melepaskan bayangan
masa laluku, Kim Jonghyun.
.
.
.
.
.
Menjalani Long Distance Relationship bukanlah perkara mudah untukku yang
sibuk kuliah dan Lee Jinki yang menghabiskan hampir seluruh waktunya untuk
bekerja. Kami hanya saling menyapa saat pagi setelah bangun tidur, bercerita singkat
tentang apa yang akan kami lakukan, dan mengucapkan selamat malam. Tapi aku
tetap berterimakasih padanya yang berusaha meluangkan waktu di sela-sela
pekerjaannya hanya untuk menanyaiku tentang apa aku sudah makan atau belum. Semua
ini juga didukung karena kecanggihan gadget
saat ini yang membuatku tak pernah merasa jauh dari Lee Jinki. Jika aku rindu
padanya dan tak bisa menghubunginya karena dia sedang sibuk, aku akan membuka
akun sosial medianya. Men-scroll down foto-foto
yang pernah ia upload, membaca komentar-komentar yang pernah ia lontarkan pada
foto-fotoku. Aku juga cukup aktif dalam mengisi akun sosial mediaku seperti aku
sering meng-upload foto-foto
kegiatanku bersama teman-temanku. Dan ketika suatu hari aku sedang asik-asiknya
bersosmed ria, ada 1 notification aneh
yang membuatku penasaran.
‘XXX started following you’.
Ada akun seorang gadis yang mem-follow akunku. Karena aku adalah tipe
orang yang selektif dalam memilih teman, aku jadi penasaran. Tapi sayangnya
ketika kubuka, akunnya dikunci. Saat aku membaca info detailnya, ‘Seoul’. Fikiranku
hanya tertuju pada satu hal ketika aku membaca kata ‘Seoul’, yaitu dia. Akhirnya kuputuskan untuk mem-follow back dan itu satu-satunya hal
yang paling kusesali seumur hidup karena di dalamnya terdapat foto-foto yang
tak pernah ingin aku lihat bahkan tak pernah aku bayangkan sedikitpun. Foto-foto
seorang gadis dengan pemuda yang aku tahu bahkan sangat aku kenali. Kim
Jonghyun, dan pujaan hatinya. Belum sempat aku melihat-melihat lebih jauh,
beberapa menit kemudian muncullah notifikasi baru.
‘Kim Jonghyun started following you.’
OH MY GOD!
WHAT THE....
~~
Aksi follow-memfollow sempat
mebuatku shock karena itu seperti perumpamaan, aku sudah berusaha untuk pergi
ke tempat yang jauh tapi akhirnya aku seperti terlempar paksa kembali ke tempat
semula. Kembali melihat kenanganku yang menyakitkan dan itu terasa semakin
menyakitkan ketika melihat dia mengupload
banyak foto bersama dengan gadis itu. Sial! Apa aku harus meng-unfollow mereka? Tapi kalau itu
kulakukan, kentara sekali kalau aku iri. Tapi kalau dibiarkan sama saja
menyakiti diriku sendiri. Aaaargh persoalan sepele yang sangat sangat terasa
rumit karena ini menyangkut masalah hati.
Akhirnya aku memutuskan untuk
membiarkan masalah ini. Terserah mereka mau meng-upload foto apa saja aku tak akan pernah peduli. Tapi niat seperti
itu tidak pernah berhasil karena setiap aku meng-upload foto di akunku, mereka selalu memberikan ‘like’. Selalu. Dan tak lama kemudian
bisa dipastikan jariku secara otomatis meng-klik
akun mereka dan mau tak mau bukti kemesraan mereka berdua terpampang jelas
sekali di layar smartphone-ku. Good
job, Key! Kau menggali lubang kuburmu sendiri.
~~
Satu hal keuntungan Lee Jinki
yang sangat disibukkan oleh pekerjaannya adalah, dia tidak selalu tahu semua
yang aku lakukan. Bukan berarti aku menyalahgunakan kepercayaannya, tapi ini
lebih menjurus kepada aku tak ingin kami mempunyai masalah hanya karena hal-hal
yang tidak penting. Aku hanya ingin dia percaya padaku, dan aku akan menangani
sisanya. Masalah terbelenggu pada masa lalu (lagi), Lee Jinki sangat tidak
diperlukan untuk tahu. Dan itulah apa gunanya mempunyai sahabat di saat-saat
genting seperti ini. Lee Taemin yang masih setia menjadi sahabatku adalah
tempatku mencurahkan segala apa yang terjadi di dunia follow mem-follow antara
aku, Kim Jonghyun, dan gadisnya. Tapi aku lupa satu hal bahwa Lee Taemin
merupakan teman akrab Kim Jonghyun dari dulu. Walaupun aku sudah berpisah
dengan Kim Jonghyun saat itu, hubungan mereka masih tetap sama. Aku
mengetahuinya karena Lee Taemin sendiri yang bercerita. Bahkan dia bercerita
kalau dia juga berkenalan (lewat chat juga
pastinya) dengan gadisnya Kim Jonghyun. Hubungan macam apa ini ketika sahabatku
menjalin persahabatan dengan orang-yang-secara-otomatis-aku-benci. Tapi setelah
kupikir-pikir, itu hak dia juga untuk berteman dengan siapapun.
~~
Memasuki semester akhir
perkuliahan, kegiatanku semakin bertambah seperti aku harus melakukan banyak
praktek di luar kampus. Dan itu membuat aku dan Lee Jinki merasa tembok pemisah
di antara kami semakin tinggi. Di awal tahun baru, akhirnya kami memutuskan
untuk meneruskan kisah kami secara terpisah. It means, it’s over for us. Aku dikalahkan oleh jarak dan waktu.
Lagi. Berusaha bersikap semuanya baik-baik saja agar aku mendapatkan kekuatan
untuk menghadapi tugas akhir perkuliahan sangatlah berat. Fikiranku sering tak
ada pada tempatnya. Aku tak bisa berfikir jernih dan akhirnya kuputuskan untuk
menenangkan diri. Aku tak peduli pada teman-teman yang mencariku karena aku tak
menunjukkan batang hidungku secuilpun di kampus. Yang kubutuhkan hanyalah
waktu. Setelah satu bulan berlalu, karena bujukan rayuan dari teman-temanku
akhirnya aku memutuskan untuk kembali mengerjakan apa yang harus kuselesaikan.
Mereka memberiku semangat semacam ‘langitku akan tetap biru walaupun tanpa dia’ dan itu berhasil.
.
.
.
Aku, Kim Kibum, adalah tipe orang
yang tak mudah percaya orang lain tapi ketika aku percaya, aku juga terlalu
mudah terjebak. Seperti saat ini, orang yang sudah kuanggap sebagai pengisi list yang ada dalam daftar kenanganku
memberikan janji untuk datang di hari spesial, upacara kelulusan. Aku lupa jika
percaya pada janji seseorang yang pernah menyakiti hatiku adalah hal terbodoh
yang seharusnya aku hindari. Dan Kim Kibum memang orang terbodoh yang tak
pernah belajar dari pengalaman dan selalu menggantungkan harapan pada hal-hal
yang tak nyata. Bukankah kenangan juga termasuk hal-yang-tak-nyata juga?
Jika dulu Kim Jonghyun tak pernah
kembali lagi setelah mengucapkan janji manis seribu tahunnya,
so is Lee Jinki.
~~
11 November 2015.
Sudah 4 tahun, Kim Jonghyun.
Kau tahu alasan terbesarku tak
menerima orang lain dalam kurun waktu yang cukup lama setelah kita berpisah?
Karena masih ada secuil harapan
bahwa kau akan kembali. Aku selalu ingin menjaga hatiku tetap kosong agar saat
kau kembali suatu saat nanti, hatiku akan sama seperti dulu yang mencintaimu
tanpa memandang jarak dan waktu.
Tapi, bukankah semesta ini selalu
berubah?
Seperti kau yang juga telah jauh
berubah, aku menyerah untuk mengejarmu.
Aku juga ingin berubah dan
menjadi diriku sebagaimana mestinya.
Berharap kita akan menemui jalan
kita masing-masing walaupun arah yang kita tuju tak akan sama lagi.
Biarlah kenangan ini terus
menggelayuti agar aku selalu ingat bahwa pernah ada seseorang dengan senyum
lesung pipinya yang manis bernama Kim Jonghyun.
TBC / END ???
0 komentar:
Posting Komentar