Rabu, 11 November 2015

FF - JongKey - 11 November (part IV)

0








"Prememory, it really plays tricks on me from time to time, but for the life of me, I really do remember some things that there is no way I could have known about!"


Kenangan adalah satu-satunya hal yang mau tak mau, suka ataupun tak suka akan selalu memberikan kesan bahwa tak ada kisah yang benar-benar sempurna di dalam semesta. Banyak orang menganggap kenangan merupakan hal yang paling menjebak, karena semakin sering seseorang mengenang sesuatu, maka euphorianya akan semakin tak terasa. Tapi jika seseorang mengenang sesuatu di saat waktu-waktu yang tak terduga, dalam waktu-waktu tertentu, dia akan merasa bahwa dunia nyata mungkin tak akan lebih baik dari kenangan yang pernah ada.

~~

Aku mempunyai seseorang atau bisa disebut juga sebagai sosok sahabat yang sangat berpengaruh dalam hidupku. Namanya Lee Taemin.  Dialah orang yang telah membukakanku pintu ke dunia baru yang bernama Kim Jonghyun.  Jadi Taemin dan Jonghyun dulu sebenarnya adalah teman dekat sejak duduk di bangku Junior High School. Taemin tahu segalanya tentang Jonghyun karena mereka saling terbuka satu sama lain. Saat memasuki bangku Senior High School, mereka tetap berada satu sekolah tapi berbeda kelas dan berakhirlah seorang Lee Taemin satu kelas denganku. Aku mengenal Taemin sebagai sosok yang supel dan hangat dalam berteman jadi aku mudah sekali akrab dengannya.
Semua berawal ketika kami sedang istirahat di kantin sekolah dan lewatlah sosok pemuda tak terlalu tinggi di depan kami. Aku penasaran dengan sosoknya karena kurasa aku tak pernah melihatnya di sekolah ini.

“Hei, Taemin-ah. Kau tau siapa dia?” tanyaku sambil menunjuk pemuda yang sekarang sedang berkumpul dan bercanda bersama seorang temannya.

“Oh, Dia Kim Jonghyun, kelas 10.2. Kenapa?”

“Tak apa-apa. Aku hanya merasa baru pertama kali ini melihatnya. Dia terlihat asing.” Tapi manis.

“Kan letak kelas kita memang jauh dari kelasnya, wajar kalau kau tak pernah melihatnya, Key. Tapi aku mengenalnya. Dia temanku waktu di Junior High School dulu.”

“Oh, arraseo. Eh dia punya lesung pipi!” Teriakku tiba-tiba sambil menunjuk ke arah wajahnya yang sedang tersenyum manis bersama seorang temannya. Untunglah jarak kami tak terlalu dekat jadi sangat kecil kemungkinan untuk mereka mendengar pekikan kecilku tadi.

“Haha apa kau suka dengannya, Key? Nanti biar kukenalkan.”

“Hey kau kan tahu kalau aku suka melihat orang yang mempunyai lesung pipi.”

“Iya aku tahu, tapi kalau kau mau berkenalan dengannya, nanti akan kukenalkan.”

“Sssst apa-apaan kau Taemin-ah. Dia itu terlalu sempurna. Lihatlah caranya tersenyum. Indah sekali. Aku tak perlu mengenalnya. Melihatnya dari jauh itu sudah cukup ^^.”

~~

Aku tak pernah tertarik ataupun berambisi dengan sesuatu apalagi dalam hal menyukai seseorang. Bahkan ketika Taemin bercerita tentang Kim Jonghyun yang ingin berkenalan denganku (aku tak tahu bagaimana kejadian awalnya), aku juga tak terlalu berharap banyak.  Mungkin bisa berkenalan dan menjadi teman Kim Jonghyun adalah suatu keberuntungan bagiku. Tapi setelah beberapa hari mengenalnya, aku memang sedikit berharap lebih. Sedikit. Dan sedikit harapan itulah yang membawaku mengalami hal yang tak pernah kuduga sama sekali.


“Hey, Key. Maukah kau jadi kekasihku?”


Satu kalimat penghantar yang membuatku merasakan seribu keraguan saat Kim Jonghyun mengucapkan kalimat sakral itu padaku. Aku memang tipe orang yang sulit percaya pada orang lain. Tapi anehnya, aku mengatakan ‘iya’ saat itu karena aku percaya dengan degupan jantungku yang kurasa terlalu keras saat dia tersenyum hanya padaku.
Kabar gembira ini tentunya langsung kusampaikan pada Taemin dan dia adalah orang yang pertama kali tahu tentang hubungan kami. Dia juga berjanji akan membantu hubunganku dengan Kim Jonghyun.  Dan sepertinya benih cinta mulai tumbuh dan bersemi di hatiku hari demi hari, tapi rasa ragu juga ikut menyertai karena aku baru menyadari kalau seorang Kim Jongyun selalu dikelilingi oleh orang-orang yang lebih sempurna daripada aku saat ini. Setiap hari ada saja yang mengajaknya berkenalan. Entah itu kakak kelas ataupun adik kelas selalu menghubungi nomor handphone nya bahkan saat dia sedang bersamaku. Terlalu banyak hal yang membuatku ragu. Atau mungkin takut. Tapi Lee Taemin selalu berkata padaku untuk percaya padanya.

“Bagaimana aku tak takut, Taemin-ah? Lihatlah mereka! Mereka bisa dikatakan lebih dalam hal apapun dibandingkan denganku. Sementara aku? Bagaimana kalau dia berpaling?”

“Tenanglah, Key. Percayalah padanya. Dia memang tak pernah menunjukkan secara terang-terangan kalau dia menyayangimu. Tapi ketahuilah, dia pasti punya caranya tersendiri.”

Dan alasan itu kuketahui beberapa hari kemudian. Aku dan Kim Jonghyun memang berbeda kelas, tapi kami selalu berangkat dan pulang sekolah bersama-sama. Biasanya yang keluar kelas lebih dulu akan menunggu di gerbang sekolah. Hari itu Kim Jonghyun lupa membawa handphone nya dan akhirnya sebelum pelajaran dimulai dia meminjam handphoneku dengan alasan untuk mendengarkan musik saat dia merasa bosan di kelas nanti. Tanpa curiga langsung kupinjamkan handphoneku padanya karena aku juga tak mempunyai apapun untuk kusembunyikan. Saat pulang sekolah, Kim Jonghyun sudah bertengger manis di depan gerbang menungguku. Aku tersenyum padanya tapi dia tak membalas senyumku sama sekali. Dia langsung pergi saat aku mendekatinya. Dia berjalan mendahuluiku. Saat kutanya ada apa, dia tak menjawab. Dia diam seribu bahasa sambil menyembunyikan tangannya di dalam saku. 

“Kau kenapa, Jonghyun-ah?”

“.....”

“Hey! Jawab aku.”

“Aku tak apa-apa.”

“Kau bohong. Kenapa kau daritadi diam saja? Ada apa?”

“Aku bilang aku tak apa-apa!” Dia mengucapkannya dengan nada tinggi. Dia marah.

“Katakan padaku. Apa aku salah? Apa salahku?”

Sesaat kemudian dia merogoh saku celananya dengan tangan kirinya dan menyerahkan handphoneku padaku. Karena aku curiga, akupun langsung mengecek inbox pesan yang masuk di handphoneku. Dan dugaanku benar. Ada pesan yang masuk di waktu yang sangat tidak tepat, di saat handphoneku dibawa oleh Jonghyun seharian tadi. Pesan yang sangat tidak aku inginkan untuk dibaca oleh Jonghyun. Pesan dari seseorang dari masa laluku.

“Jonghyun-ah. Kau membaca pesan ini?”

“Untuk apa? Tidak penting.”

“Kumohon, Jonghyun-ah. Dia hanya masa laluku. Apa kau tak percaya padaku?”

“Aku percaya padamu, Key! Tapi bagaimana bisa dengan entengnya dia mengirimimu pesan ‘Aku masih mencintaimu’ dan bicara panjang lebar? Bagaimana bisa????”

“Itu tak penting, Jonghyun-ah. Yang paling penting sekarang adalah AKU MENCINTAIMU! Bukan dia. Bukankah begitu?”

“Iya aku tahu. Tapi tetap saja aku emosi sampai-sampai aku memukul dinding gerbang sekolah. Aku ini kekasihmu Key. Apa aku tak berhak cemburu?”

Dan Jonghyun pun berjalan duluan dan pergi meninggalkanku di belakang.
Sesampainya di rumah, aku tak tahu harus berbuat apa. Aku bingung memikirkan cara bagaimana meredakan amarah dan meyakinkan Jonghyun. Aku tetap menangis tak perduli walaupun aku belum sempat mengganti seragam sekolahku. Sesaat kemudian kudengar pintu depan diketuk berulang kali oleh seseorang. Dan ketika kubuka, muncullah Jonghyun dengan wajah kusutnya.

“Key, maafkan aku.”

Wajahnya yang kusut terlihat lelah seperti sedang memikirkan banyak hal.

“Hey, seharusnya aku yang minta maaf. Aku yang salah.”

“Bukan, Key. Seharusnya aku tidak marah-marah padamu seperti tadi.”

“Tak apa-apa, Jonghyun-ah. Seharusnya aku yang tidak membuatmu kecewa.”

“Baiklah. Kalau begitu sebagai gantinya, aku mau kau mengobati tanganku. Lihatlah Key, ini 
membengkak!” Dia mengeluarkan tangan kanannya yang sedari tadi dimasukkan ke dalam saku.”

“Lagian siapa yang menyuruhmu memukul tembok! Tembok tak bersalahpun ikut kau pukul.”
“Siapa yang tidak marah kalau ada orang lain yang bilang kalau dia mencintai kekasihmu, hah? Siapa 
yang tidak marah?”

“Jadi, kau cemburu?”

“Siapa yang cemburu? Aku marah Key. Marah!”

“Baiklah tuan pemarah yang aku sayang. Sebagai gantinya akan kukompres tanganmu yang sok kuat ini. Mana tanganmu?”

Dan diapun mengulurkan tangannya yang masih lumayan bengkak sambil tersenyum menampakkan lesung pipinya yang manis. Yah, hatiku berdebar lagi untuk yang kesekian kalinya. Rasa ragu pada  Kim Jonghyun yang selama ini menghantui fikiranku sedikit hilang karena sikap marah-marahnya karena cemburu.

Apakah seperti itu yang dinamakan cemburu?

~~

~~

Aku sadar hubunganku dengan Kim Jonghyun tidak selalu berjalan mulus seperti yang aku inginkan. Dan ketika berpisah merupakan satu-satunya jalan terbaik, apalagi yang bisa aku perbuat? Hanya menunggunya dengan perasaan yang sama bahkan semakin bertambah di setiap harinya memang tak mudah. Apalagi jika aku tahu dia sudah menemukan dunianya yang baru di sana, waktu dan jarak telah mengalahkanku dengan telak. Apa aku harus memaksakan diri untuk menunggunya lebih lama?
Jadi ketika aku menemukan sesuatu yang bisa mengalihkanku dari dunia Kim Jonghyun, aku mulai sedikit membuka hati. Bukankah aku harus sedikit lebih egois agar aku juga tahu bagaimana rasanya bahagia (lagi)?

Namanya Lee Jinki, dia setahun lebih tua dariku. Dia dulu adalah pemuda cerdas yang selalu duduk di belakangku saat di bangku Senior High School. Hubunganku dengannya memang teman yang selalu peduli satu sama lain. Dia sering bercerita padaku tentang hubungannya dengan kekasihnya yang sudah ia jalin selama lebih dari 4 tahun. Akupun juga sering bercerita tentang masalahku dengan Kim Jonghyun padanya karena menurutku dia merupakan tempat berbagi cerita yang tepat bahkan dia juga sering memberiku solusi sebagai orang yang lebih berpengalaman. Bahkan saat aku dalam masa ‘penantian-yang-tidak-pasti’, dia selalu mendukungku dengan memberi support-support kecil yang selalu membuatku merasa semua akan baik-baik saja, walaupun sebenarnya aku tak pernah baik-baik saja sejak tak ada Kim Jonghyun lagi di sisiku. 

Aku mengidolakan sosoknya yang selalu dewasa dalam menghadapi masalah apapun. Dia selalu ada saat aku butuhkan, bahkan saat aku sedang sedih dan tertekan. Dia selalu berusaha menenangkanku dan selalu membuatku nyaman dengan hanya mendengarkan kata-katanya. Aku selalu merasa bahwa seseorang yang menjadi kekasih Lee Jinki adalah orang yang paling beruntung di dunia. Dari caranya menatap, aku yakin semua orang di dunia ini akan jatuh padanya. Tak terkecuali aku. Tapi sayangnya aku mungkin tak akan jatuh padanya karena saat ini aku masih berpegang erat pada kenanganku.
Kabar perpisahan Lee Jinki dengan kekasihnya adalah kabar yang paling tidak aku percayai walaupun aku mendengarnya langsung darinya. Bagaimana tidak, drama antara seorang Lee Jinki dengan segala pesonanya yang mencintai kekasihnya yang maha sempurna sekarang sudah tak ada lagi. Ketika kutanya apa alasannya, dia selalu mengatakan ‘tak ada apa-apa dan jangan tanyakan itu lagi’. Lalu, Lee Jinki menghilang.

Dia kembali menjadi Lee Jinki yang baru beberapa bulan kemudian. Aku juga menepis rasa penasaranku tentang alasan mereka berpisah jadi aku tak pernah bertanya lagi padanya. Dan semakin hari dia semakin perhatian padaku dari sebelumnya dan akhirnya datanglah suatu momen yang membuat jantungku hampir berhenti berdetak untuk kesekian kalinya.
“Key, bisakah kau menerima hatiku?”
Kalimat yang sederhana dan singkat, tapi aku membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk menjawabnya. Aku berusaha mencari jawaban yang sebenarnya sudah ada di depan mataku. Kami sama-sama sedang terluka. Kami juga sama-sama sedang mencari apa itu ‘bahagia’. Apakah itu bisa dijadikan alasan agar aku menerimanya? Lalu bagaimana dengan kata ‘cinta’? Apa dia benar-benar mencintaiku? Atau apa dia hanya sedang membutuhkanku? Seribu pertanyaan mulai berjejalan di otakku yang pada akhirnya Lee Jinki memberiku waktu sementara dia pergi ke Beijing, China.
Jarak Beijing-Daegu bukanlah jarak yang bisa ditempuh hanya dengan beberapa menit berkendara. Tapi Lee Jinki membuktikannya dengan dia selalu datang saat hari ulang tahunku 2 tahun berturut-turut dan memberiku kejutan apapun itu. Dia selalu menjadikanku prioritasnya dan itu sukses membuatku luluh. Dan di pertengahan tahun, akupun resmi menerima hatinya, dan memutuskan untuk mencoba melepaskan bayangan masa laluku, Kim Jonghyun.
.
.
.
.
.
Menjalani Long Distance Relationship bukanlah perkara mudah untukku yang sibuk kuliah dan Lee Jinki yang menghabiskan hampir seluruh waktunya untuk bekerja. Kami hanya saling menyapa saat pagi setelah bangun tidur, bercerita singkat tentang apa yang akan kami lakukan, dan mengucapkan selamat malam. Tapi aku tetap berterimakasih padanya yang berusaha meluangkan waktu di sela-sela pekerjaannya hanya untuk menanyaiku tentang apa aku sudah makan atau belum. Semua ini juga didukung karena kecanggihan gadget saat ini yang membuatku tak pernah merasa jauh dari Lee Jinki. Jika aku rindu padanya dan tak bisa menghubunginya karena dia sedang sibuk, aku akan membuka akun sosial medianya. Men-scroll down foto-foto yang pernah ia upload, membaca komentar-komentar yang pernah ia lontarkan pada foto-fotoku. Aku juga cukup aktif dalam mengisi akun sosial mediaku seperti aku sering meng-upload foto-foto kegiatanku bersama teman-temanku. Dan ketika suatu hari aku sedang asik-asiknya bersosmed ria, ada 1 notification aneh yang membuatku penasaran.

‘XXX started following you’.

Ada akun seorang gadis yang mem-follow akunku. Karena aku adalah tipe orang yang selektif dalam memilih teman, aku jadi penasaran. Tapi sayangnya ketika kubuka, akunnya dikunci. Saat aku membaca info detailnya, ‘Seoul’. Fikiranku hanya tertuju pada satu hal ketika aku membaca kata ‘Seoul’, yaitu dia. Akhirnya kuputuskan untuk mem-follow back dan itu satu-satunya hal yang paling kusesali seumur hidup karena di dalamnya terdapat foto-foto yang tak pernah ingin aku lihat bahkan tak pernah aku bayangkan sedikitpun. Foto-foto seorang gadis dengan pemuda yang aku tahu bahkan sangat aku kenali. Kim Jonghyun, dan pujaan hatinya. Belum sempat aku melihat-melihat lebih jauh, beberapa menit kemudian muncullah notifikasi baru.
‘Kim Jonghyun started following you.’
OH MY GOD!
WHAT THE....

~~

Aksi follow-memfollow sempat mebuatku shock karena itu seperti perumpamaan, aku sudah berusaha untuk pergi ke tempat yang jauh tapi akhirnya aku seperti terlempar paksa kembali ke tempat semula. Kembali melihat kenanganku yang menyakitkan dan itu terasa semakin menyakitkan ketika melihat dia mengupload banyak foto bersama dengan gadis itu. Sial! Apa aku harus meng-unfollow mereka? Tapi kalau itu kulakukan, kentara sekali kalau aku iri. Tapi kalau dibiarkan sama saja menyakiti diriku sendiri. Aaaargh persoalan sepele yang sangat sangat terasa rumit karena ini menyangkut masalah hati.

Akhirnya aku memutuskan untuk membiarkan masalah ini. Terserah mereka mau meng-upload foto apa saja aku tak akan pernah peduli. Tapi niat seperti itu tidak pernah berhasil karena setiap aku meng-upload foto di akunku, mereka selalu memberikan ‘like’. Selalu. Dan tak lama kemudian bisa dipastikan jariku secara otomatis meng-klik akun mereka dan mau tak mau bukti kemesraan mereka berdua terpampang jelas sekali di layar smartphone-ku. Good job, Key! Kau menggali lubang kuburmu sendiri.

~~

Satu hal keuntungan Lee Jinki yang sangat disibukkan oleh pekerjaannya adalah, dia tidak selalu tahu semua yang aku lakukan. Bukan berarti aku menyalahgunakan kepercayaannya, tapi ini lebih menjurus kepada aku tak ingin kami mempunyai masalah hanya karena hal-hal yang tidak penting. Aku hanya ingin dia percaya padaku, dan aku akan menangani sisanya. Masalah terbelenggu pada masa lalu (lagi), Lee Jinki sangat tidak diperlukan untuk tahu. Dan itulah apa gunanya mempunyai sahabat di saat-saat genting seperti ini. Lee Taemin yang masih setia menjadi sahabatku adalah tempatku mencurahkan segala apa yang terjadi di dunia follow mem-follow antara aku, Kim Jonghyun, dan gadisnya. Tapi aku lupa satu hal bahwa Lee Taemin merupakan teman akrab Kim Jonghyun dari dulu. Walaupun aku sudah berpisah dengan Kim Jonghyun saat itu, hubungan mereka masih tetap sama. Aku mengetahuinya karena Lee Taemin sendiri yang bercerita. Bahkan dia bercerita kalau dia juga berkenalan (lewat chat juga pastinya) dengan gadisnya Kim Jonghyun. Hubungan macam apa ini ketika sahabatku menjalin persahabatan dengan orang-yang-secara-otomatis-aku-benci. Tapi setelah kupikir-pikir, itu hak dia juga untuk berteman dengan siapapun.

~~

Memasuki semester akhir perkuliahan, kegiatanku semakin bertambah seperti aku harus melakukan banyak praktek di luar kampus. Dan itu membuat aku dan Lee Jinki merasa tembok pemisah di antara kami semakin tinggi. Di awal tahun baru, akhirnya kami memutuskan untuk meneruskan kisah kami secara terpisah. It means, it’s over for us. Aku dikalahkan oleh jarak dan waktu. Lagi. Berusaha bersikap semuanya baik-baik saja agar aku mendapatkan kekuatan untuk menghadapi tugas akhir perkuliahan sangatlah berat. Fikiranku sering tak ada pada tempatnya. Aku tak bisa berfikir jernih dan akhirnya kuputuskan untuk menenangkan diri. Aku tak peduli pada teman-teman yang mencariku karena aku tak menunjukkan batang hidungku secuilpun di kampus. Yang kubutuhkan hanyalah waktu. Setelah satu bulan berlalu, karena bujukan rayuan dari teman-temanku akhirnya aku memutuskan untuk kembali mengerjakan apa yang harus kuselesaikan. Mereka memberiku semangat semacam ‘langitku akan tetap biru walaupun tanpa dia’ dan itu berhasil.
.
.
.
Aku, Kim Kibum, adalah tipe orang yang tak mudah percaya orang lain tapi ketika aku percaya, aku juga terlalu mudah terjebak. Seperti saat ini, orang yang sudah kuanggap sebagai pengisi list yang ada dalam daftar kenanganku memberikan janji untuk datang di hari spesial, upacara kelulusan. Aku lupa jika percaya pada janji seseorang yang pernah menyakiti hatiku adalah hal terbodoh yang seharusnya aku hindari. Dan Kim Kibum memang orang terbodoh yang tak pernah belajar dari pengalaman dan selalu menggantungkan harapan pada hal-hal yang tak nyata. Bukankah kenangan juga termasuk hal-yang-tak-nyata juga?

Jika dulu Kim Jonghyun tak pernah kembali lagi setelah mengucapkan janji manis seribu tahunnya,

so is Lee Jinki.



~~

11 November 2015.
Sudah 4 tahun, Kim Jonghyun.
Kau tahu alasan terbesarku tak menerima orang lain dalam kurun waktu yang cukup lama setelah kita berpisah?
Karena masih ada secuil harapan bahwa kau akan kembali. Aku selalu ingin menjaga hatiku tetap kosong agar saat kau kembali suatu saat nanti, hatiku akan sama seperti dulu yang mencintaimu tanpa memandang jarak dan waktu.
Tapi, bukankah semesta ini selalu berubah?
Seperti kau yang juga telah jauh berubah, aku menyerah untuk mengejarmu.
Aku juga ingin berubah dan menjadi diriku sebagaimana mestinya.
Berharap kita akan menemui jalan kita masing-masing walaupun arah yang kita tuju tak akan sama lagi.
Biarlah kenangan ini terus menggelayuti agar aku selalu ingat bahwa pernah ada seseorang dengan senyum lesung pipinya yang manis bernama Kim Jonghyun.


TBC / END ???

0 komentar:

Posting Komentar