..... "Malam harinya aku, Jongdae, dan Luhan berkirim
pesan membahas tentang rencana yang akan kita lakukan besok, tapi belum selesai kami membahasnya ada yang mengetuk pintu depan
rumahku. Tiba-tiba muncullah Kris dengan senyum manisnya padaku.
Dia pulang.
Kejutan."
FALL - PART 2
Cast : EXO member, Ji Eun, Jimin, Jungmo
Genre : GS, School Life, Romance
Rated : Aman lah
Disclaimer : The story is mine. The cast belongs to 'themselves'. HAPPY READING ~
Aku tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi
jika acara hunting itu jadi sementara Kris ada di sini, pulang karena ingin
memberiku kejutan di hari ulang tahunku. Mungkin aku akan bingung memilih
karena aku juga sudah terlanjur janji pada mereka. Akhirnya aku berdiskusi dengan Jongdae, Luhan, Chanyeol, Jong In, dan Sehun
tentang pembatalan acara, ternyata mereka juga setuju. Syukurlah.
Acaraku dan Kris berjalan lancar keesokan
harinya saat dia mengajakku jalan-jalan. Kim Jong In pun tahu kalau aku bersama
Kris karena aku menulis status sedang bersamanya. Anehnya, ketika seharian aku
bersama Kris, tak kutemukan satupun pesan yang masuk atas nama Kim Jong In.
Mungkin dia sibuk, atau entahlah aku tak terlalu memikirkannya karena hari ini
ada hal lain yang harus kuprioritaskan. Kris. Aku cukup merasa bersalah padanya
karena akhir-akhir ini waktuku seperti tak sepenuhnya miliknya. Aku juga merasa
sedikit mengabaikannya karena adanya sosok baru yaitu Kim Jong In dengan sejuta
pesona yang selalu muncul di setiap waktuku. Bukannya aku mengkhianati Kris,
bukan. Aku yakin aku masih mencintai Kris sepenuh hati. Tapi ketika aku bersama
Kim Jong In, aku merasakan perasaan aneh tetapi menyenangkan dan menenangkan.
Aku tak tahu lagi bagaimana mendeskripsikannya lebih tentang apa yang kurasakan
saat ini.
Acara kejutan ulang tahunku berakhir dengan Kris
membawa kue ulang tahun yang besar ke rumahku. Setelah dia pulang, aku iseng
mengecek beberapa pesan yang belum kubuka. Banyak ucapan ulang tahun dari
keluarga dan teman-temanku yang belum sempat aku balas. Tapi ketika kujumpai
kontak Kim Jong In, terlihat dia sedang memasang foto seorang gadis. Dan
statusnya, ‘♥’. Seketika ada perasaan aneh yang menjalari dadaku. Sesak.
Tanganku terasa sedikit bergetar lalu kuputuskan untuk mengirim pesan langsung
padanya.
‘Jong In-ah?’
Beberapa saat kemudian dia membalas,
‘Iya, noona?’
‘Ini kekasihmu?’
‘Hehe iya noona.’ Jawabnya singkat.
Setelahnya aku tak membalas pesan itu. Apa yang
harus kukatakan? Apa aku harus memberinya selamat? Ah entahlah.
Wahh Kim Jong In, terimakasih atas kado terindahnya. Sangat mengesankan!
~~
Aku ingat kata-kata menusuk yang pernah kubaca
dari salah satu novel favoritku. ‘Dan
kukatakan apa tadi tentang kata ‘terbiasa’? ‘Terbiasa’ adalah suatu hal
memuakkan yang berjalan secara terus menerus. Tapi ketika hal tersebut tidak
berjalan seperti biasanya, kita akan merasa kehilangan. Ya, kehilangan.’
Aku sudah terbiasa dengan adanya pesan yang selalu menyambutku saat pagi ku
membuka mata, siang, dan malam saat menjelang tidur. Aku juga sudah sangat
terbiasa oleh sapaannya, senyumnya, tawanya, dan semua hal yang berkaitan
tentang Kim Jong In. Dan saat ini aku juga harus mulai terbiasa ketika sosok
Kim Jong In perlahan menghilang. Tak ada lagi Kim Jong In yang dulu. Aku juga
tak tahu bagaimana harus bersikap ketika aku memasuki kelasnya saat ini. Apakah
aku harus biasa-biasa saja seperti sebelumnya? Atau aku harus menjauh? Atau...
“Kau terlihat menjauhinya, Kyungsso-ya.” Kata
Luhan yang ternyata dia memperhatikanku sejak tadi.
“Benarkah?”
aku sendiri pun tak sadar apa yang kulakukan.
“Bersikaplah seperti biasanya. Anggaplah tak ada
yang terjadi di antara kalian.”
Memang
tak ada apapun yang terjadi di antara kami, Luhan-ah.
~~
Kim Jong In merupakan salah satu alasan yang
menjadikanku ‘betah’ praktek mengajar di sekolah ini. Dia merupakan sejenis
moodbooster karena berkat dia aku lupa akan semua keluh kesahku saat di awal
bulan praktek, seperti padatnya jadwal dan jauhnya jarak yang kutempuh dari
rumah ke sekolah setiap hari. Semua keluh kesah itu hampir tak kurasakan sejak
aku dekat dengannya. Dia benar-benar bisa mengubah segalanya. Termasuk saat
hari-hari mendekati ujian praktek mengajar di sekolah ini, semuanya juga
berubah. Aku benar-benar sedang terpuruk. Kim Jong In yang selalu kuanggap
sebagai moodbooster-ku selama ini, telah berpindah haluan menjadi moodbreaker.
Setiap pagi, aku pasti menemukan statusnya mengucapkan selamat pagi ataupun
ucapan selamat lainnya dengan akhiran emotikon hati ataupun bunga. Walaupun itu
sekedar tulisan, tapi entah kenapa itu terasa sedikit menyakitkan untuk dibaca.
Dan itu selalu membuat mood-ku buruk
sejak pagi sampai pulang sekolah. Aku berusaha bertahan dan kadang aku berharap
kegiatan praktek di sekolah ini segera selesai.
Setelah ujianku berakhir, tinggal menghitung
minggu kami akan meninggalkan sekolah ini. Kami sibuk mempersiapkan apa saja
yang akan kami berikan sebagai kenang-kenangan untuk sekolah dan murid-murid
tentunya. Sementara aku dan Luhan juga sedang sibuk mempersiapkan hati. Apa
yang akan terjadi saat kami berpisah nanti? Terutama berpisah dengan Kim Jong
In maupun Oh Sehun. Luhan juga sering bercerita tentang Oh Sehun yang
seolah-olah memberi harapan tapi palsu. Aku selalu sadar sikap Oh Sehun ke
Luhan sangat berbeda dibandingkan sikapnya padaku. Seperti dia lebih ramah ke
Luhan, lebih perhatian, dan aku sering mendapati pandangannya selalu tertuju
pada Luhan. Tapi ketika aku bertanya langsung, Luhan selalu mengatakan apapun
yang dilakukan Oh Sehun hanyalah sebatas itu. Tak pernah ada tanda-tanda kalau
ada sesuatu di antara mereka. Sementara untuk temanku Ji Eun, dia sudah
mempersiapkan hati jauh-jauh hari sebelum perpisahan. Tapi hasilnya dia selalu
galau dan sering menyanyikan sepenggal lirik lagu ‘Cause there’ll be no sunlight, if i lose you...... There’ll be no
clear skies, if i lose you....’ Aku berusaha menenangkannya padahal
kegalauanku sendiri juga sama parahnya.
Dua minggu sebelum perpisahan, kami ditugaskan
untuk menjaga dan mengawasi murid-murid dalam pelaksanaan ujian semester akhir.
Jika saat ujian tengah semester aku dan Luhan sibuk mengatur jadwal pembagian
jaga agar kami bisa menjaga kelas ‘mereka’, untuk saat ini tidak. Kami pasrah
di tempatkan di kelas manapun. Akupun juga tak berniat mencari ruangan Kim Jong
In. Tapi, takdir berkata lain. Saat aku tak mempunyai jadwal untuk menjaga
kelas, ada salah satu temanku berhalangan hadir dan akhirnya aku ditugaskan
untuk menggantikannya menjaga kelas itu. Aku tak menyangka setelah aku memasuki
kelas langsung kutemukan sosok Kim Jong In yang akhir-akhir ini aku hindari.
Dia duduk di bangku belakang sambil tersenyum manis menyambutku. Aku mencoba
bersikap biasa saja selama ujian berlangsung tapi ternyata itu malah mebuatku
merasa tertekan. Apalagi saat aku berjalan keliling di dalam kelas dan melewati
bangkunya, kulihat dia menggunakan penghapus pemberianku waktu itu. Penghapus
yang khusus kuberikan di kelas lain tapi karena masih sisa, kuberikan pada Jong
In yang saat itu kebetulan lewat. Kuanggap itu penghapus
spesial karena hanya dia yang kuberi di kelas ini. Tapi Jong In mungkin hanya
menganggap itu penghapus sisa. Iya, sisa. Setelah ulangan selesai, satu persatu
murid bersalaman denganku selaku pengawas ujian sebelum meninggalkan
kelas. Saat giliran Kim Jong In, dia
yang paling akhir bersalaman denganku dan dia melakukannya dua kali. Rasa
tertekanku hilang seketika saat dia tersenyum dan memanggilku ‘Seonsaengnim!’
dan meletakkan telapak tanganku di dahi dan kemudian di hidungnya. Dan sempat
terbesit di fikiranku kalau aku tak akan cuci tangan selamanya. Haha, lebay!
~~
Seminggu sebelum perpisahan, ada
sebuah insiden kecil yang mengharuskan Oh Sehun dan Kim Jong In membantu aku
dan Luhan. Dan berkat bantuan dari mereka, kami memutuskan untuk memberi mereka imbalan dan akhirnya mereka
minta ditraktir untuk makan siang sepulang sekolah. Keesokan harinya, aku dan
Luhan sudah sangat bersemangat ke sekolah karena adanya janji yang kami buat
kemarin. Saat itu, Chanyeol kebetulan juga membawa kamera yang katanya dia mau
memfoto beberapa siswa karena ini adalah hari-hari di minggu terakhir. Akhirnya
aku meminta bantuan Chanyeol untuk memfoto aku dan Luhan bersama-sama dengan
semua siswa kelas 2. Saat sampai di kelas 2.2, aku merasa atmosfernya berbeda
dari kelas-kelas yang kukunjungi sebelumnya. Mungkin karena ada Kim Jong In.
Setelah kami melewati sesi foto bersama satu kelas dalam mode formal dan
nonformal, aku dan Luhan mengambil foto dengan beberapa siswa yang mungkin di
antara siswa sekelas kami paling dekat dengan mereka. Dan karena ini adalah
kesempatan bagus untuk melakukan hal yang dinamakan modus, aku setengah
berteriak, “Oh Sehun, kemarilah, kau foto berdua dengan Luhan Ssaem ya?”. Aku
bisa membaca gerakan mulut Luhan yang mengatakan ‘Apa yang kau lakukan?’ sambil
melotot tak jelas. Dan akhirnya dengan pose malu-malu, mereka berdua berpose Chanyeolpun
memfoto mereka. Mungkin karena Oh Sehun terlalu malu saat itu, dia juga
memintaku untuk berfoto berdua dengannya. Dan kulakukan dengan senang hati.
Ternyata Luhan juga tak kehabisan akal, dia menyeret Kim Jong In ke depan
kelas.
“Sekarang gantian kalian yang foto berdua ya?”
‘Astaga Luhan, kau balas dendam denganku?’ kataku
tanpa suara.
Dan Luhan hanya menjawab dengan senyum
menggodanya. Antara malu tapi mau, akhirnya aku berdiri di samping Jong In dan
Chanyeol mengambil beberapa foto kami berdua. Aku juga tahu ekspresi apa di
balik wajah Park Chanyeol di balik kamera saat ini.
“Kau harus berterimakasih padaku, Kyungsoo-ya.”
Bisiknya di telingaku sambil berlalu meninggalkan kelas.
“Seonsaengnim!” tiba-tiba Jong In dan Sehun
mendekat padaku dan Luhan.
“Nanti pulang sekolah jadi?” tanya Sehun penuh
antusias.
“Jadi. Nanti kalian tunggu di depan kampus ya.”
Jawab Luhan disertai dengan senyuman mautnya.
~~
Setelah bel pulang sekolah berbunyi, aku dan Luhan
bergegas menuju tempat yang sudah kami janjikan sebelumnya yaitu kedai fast
food yang ada di depan kampus. Kami sengaja tidak berangkat bersama-sama dengan
mereka dikarenakan untuk menghindari adanya kecurigaan dari pihak-pihak
tertentu tentu saja. Setelah kami sampai tak lama kemudian merekapun sampai
masih lengkap dengan seragam yang mereka pakai dan tertutup di balik jaket.
Jong In dan Sehun sangat antusias memesan menu karena mereka terlihat sangat
lapar. Dan acara makanpun kami selingi dengan melihat-lihat kembali hasil foto
hasil jepretan Chanyeol yang kebetulan memoricard kameranya memang dia
pinjamkan padaku. Aku dan Luhan tentu saja sangat sangat sangaaaaaaaat bahagia
karena akhirnya kami memiliki quality
time dengan mereka berdua. Kami bisa membicarakan apapun dengan leluasa,
tertawa dan bercanda bersama. Andai momen-momen seperti ini tak kan pernah
berakhir.
~~
Hari perpisahan jatuh pada akhir pekan. Selama perjalanan
berangkat ke sekolah aku selalu berandai-andai dan membayangkan andaikan waktu
berhenti sejenak. Tapi itu mustahil karena kulihat di gerbang sekolah sudah
tampak persiapan – persiapan untuk acara perpisahan. Saat acara perpisahan
dimulai, tak kutemui sosok Kim Jong In dan Oh Sehun di manapun. Padahal banyak
murid yang mengikuti acara ini sampai akhir. Sampai acara selesaipun, mereka
tak muncul. Apakah mungkin ini yang terbaik? Perpisahan dengan Kim Jong In dan
Oh Sehun, tanpa kata, tanpa bertatap muka.
Apakah harus berakhir sampai di sini? Aku bahkan
belum mengucapkan terima kasih. Apa harus seperti ini?
~~
TBC / END ???
0 komentar:
Posting Komentar