Cast : EXO member, Ji Eun, Jimin, Jungmo
Genre : GS, School Life, Romance
Rated : Aman lah
Disclaimer : The story is mine. The cast belongs to 'themselves'. HAPPY READING ~~
~~
Autumn,
Last September.
Menurut Do Kyungsoo, bahagia itu sederhana.
Hanya dengan melihat senyumnya dari kejauhan saja, itu sudah lebih dari cukup.
~~
Hai.
Namaku Do Kyungsoo. Umur 22 tahun. Mahasiswa semester akhir. Selalu menjunjung tinggi asas 'Diam itu emas' alias pendiam tingkat akut. Aku adalah tipe orang yang tak akan bicara duluan sebelum orang lain yang mengajakku bicara. Tapi ada juga beberapa expert (?) yang mengatakan kalau kata 'pendiam' untukku hanyalah kedok. Karena kata mereka yang cukup-bahkan-sangat-dekat-denganku, aku orangnya cukup gila dalam beberapa hal. Dan aku juga (sedikit) introvert. Ya benar. Aku tak terlalu suka keluar rumah. Kalaupun suka, mungkin bisa dihitung jari berapa kali aku menghabiskan waktu liburanku di luar rumah. (Mungkin saat Kris-kekasihku pulang, itu bisa masuk hitungan jariku).
Namaku Do Kyungsoo. Umur 22 tahun. Mahasiswa semester akhir. Selalu menjunjung tinggi asas 'Diam itu emas' alias pendiam tingkat akut. Aku adalah tipe orang yang tak akan bicara duluan sebelum orang lain yang mengajakku bicara. Tapi ada juga beberapa expert (?) yang mengatakan kalau kata 'pendiam' untukku hanyalah kedok. Karena kata mereka yang cukup-bahkan-sangat-dekat-denganku, aku orangnya cukup gila dalam beberapa hal. Dan aku juga (sedikit) introvert. Ya benar. Aku tak terlalu suka keluar rumah. Kalaupun suka, mungkin bisa dihitung jari berapa kali aku menghabiskan waktu liburanku di luar rumah. (Mungkin saat Kris-kekasihku pulang, itu bisa masuk hitungan jariku).
Sudah kukatakan di awal kalau aku adalah seorang
mahasiswa tingkat akhir. Dan tentunya di setiap kampus termasuk kampusku sekarang, ada program untuk mahasiswa tingkat akhir yaitu praktek langsung di
lapangan (tepatnya di sekolah) untuk menerapkan teori-teori
yang sudah didapatkan di tahun-tahun
perkuliahan sebelumnya. Tapi masalahnya sekarang,
dengan berbekal ketidakberuntungan yang selalu setia mengikutiku, aku mendapatkan tempat praktek yang letaknya lumayan sangat jauh dari perkiraanku.
Teman-temanku bercerita kalau mereka mendapatkan tempat yang berada di
tengah-tengah kota, ada yang dekat sekali dengan rumah mereka dan bisa mereka tempuh dengan berjalan kaki. Bahkan sahabatku, Ji Eun, dia malah mendapatkan tempat yang dekat sekali dengan rumahku.
Sementara aku?
Setelah kutelusuri menggunakan bantuan (big thanks to go*gle map) selama satu jam perjalanan, melewati pasar,
mengikuti jalanan sepi berkelok-kelok, dan menerobos hutan kering yang daunnya sedang berguguran saat itu, aku baru menemukannya. Sekolah itu ternyata terletak di
ujung jalan menanjak setelah melewati hutan kering yang daunnya sedang berguguran tadi. Wow! Amazing! Dan lebih parahnya lagi, dari daftar nama-nama yang
akan praktik satu sekolah denganku, aku hanya menemukan segelintir nama yang kukenal.
Yeah, welcome to the new world,
Do Kyungsoo!
~~
Kegiatan awal dimulai dengan melakukan survey dan perkenalan ala kadarnya. Terhitung ada 22 orang yang akan praktek di sekolah ini denganku. Setelah saling mengenal beberapa hari, aku sudah bisa 'sedikit'
berbaur dengan mereka terutama yang satu jurusan denganku. Selain Jongdae (teman sekelasku di
kampus), ada Tao eonnie, Luhan, dan
seorang lelaki pemalas tetapi menyenangkan yaitu Jungmo. Sedangkan yang lainnya, mungkin ada Park
Chanyeol yang terlihat cerewet di awal-awal perkenalan jadi lebih sedikit
menarik perhatianku.
Setelah beberapa hari yang melelahkan berlalu,
aku baru menyadari ternyata menjadi mahasiswa tingkat akhir sangat sulit karena membutuhkan keahlian membagi waktu. Bagaimana tidak, setiap hari sepulang praktek di
sekolah, masih ada jam kuliah yang menunggu di kampus. Belum lagi dengan tugas yang
menumpuk, ataupun Kris yang selalu merasa terabaikan gara-gara aku terlalu
kelelahan membagi waktu.
Tapi yang menarik adalah saat
jam perkuliahan dimulai, aku dan teman-teman sekampus saling berbagi cerita tentang sekolah kami, bahkan mereka sangat antusias bercerita tentang tingkah laku anak didik mereka yang
baru. Dan salah satu sahabatku, Ji Eun, menurutku dia yang paling antusias saat menceritakan pengalaman mengajarnya di
Junior High School, karena dia menemukan sesuatu yang menarik. Sebut saja dia Jimin,
seonggok manusia yang bisa dikatakan masih belum beranjak dewasa ini cukup menyita perhatian sahabatku. Sementara aku? Entahlah. Aku masih belum menemukan sesuatu yang
menarik saat ini.
Siswa Senior High School (SHS) memang berbeda jauh dengan murid Junior High School
(JHS) seperti yang diceritakan Ji Eun lewat curhatan-curhatannya setiap malam. Karena tentunya mereka lebih dewasa,
sedikit brutal-entahlah apa itu sebutannya- yang jelas mereka sangat susah diatur. Kebetulan aku dan Luhan bekerja sama untuk mengajar mereka di beberapa kelas yang
sama dan berbagi penderitaan yang sama pula. Ceritapun dimulai ketika sekolah yang kami tempati mengadakan acara perayaan ulang tahun sekolah. Dan
secara otomatis, kami menjadi panitia acara tersebut. Banyak acara dan lomba-lomba yang terdaftar seperti perayaan di tahun-tahun sebelumnya. Setiap mahasiswa ditugaskan untuk mendampingi setiap kelas dan aku mendapat tugas mendampingi kelas 2.2. Awalnya terasa agak canggung karena itu pertama kalinya aku melakukan kegiatan seperti ini. Menghadapi berbagai macam wajah asing para murid
yang sama sekali belum kukenal itu sangat menyiksa. Tapi semua itu berubah ketika salah satu dari mereka berlari dengan langkah terburu-buru memanggilku, “Sonsaengnim!”.
Ada seorang murid lelaki yang tak terlalu tinggi dan tak terlalu mencolok
berlari mendekat sambil menyerahkan handphone ber-chasing pink-biru muda ke arahku.
“Bagaimana menurutmu, Ssaem? Apa desain kaos ini bagus?”.
Setelah kulihat ternyata ada gambar contoh desain
kaos yang akan mereka gunakan untuk acara perayaan ulang tahun nanti.
“Hmm...
Bagus! Seleramu lumayan.......”
“Baiklah, kalau begitu desain ini kita pakai buat
kaos kelas bagaimana?”
“Boleh! Oiya, namamu siapa?”
“Jong In. Kim Jong In, Ssaem!” Dia berkata sambil
tersenyum.
Manis.
~~
Karena aku menjadi penanggungjawab kelas 2.2, mau
tak mau aku harus lebih sering setidaknya memberi perhatian khusus kepada
mereka tentang apa saja yang mereka butuhkan untuk keperluan acara ini. Tapi
aku memang tak banyak membantu karena mereka lebih kreatif dari yang
kubayangkan. Terutama Kim Jong In, ternyata dia anak yang sangat baik karena
dia selalu mau memberitahukan apapun yang mereka lakukan dan apapun yang mereka
butuhkan dan tak segan-segan memintanya padaku.
Seperti saat Minggu pagi aku mengiriminya pesan, 'Apa kalian masih membutuhkan kertas koran, Jong In-ah? Di rumahku ada banyak.'
Dan sesaat kemudian dia mebalas 'Sebenarnya sudah
cukup. Tp bawa saja tak apa-apa noona untuk persediaan.'
Eh?
Noona?
'Baiklah akan kubawakan besok.'
'Asik... Yang banyak ya noona!'
'Iya iya. Cepat mandi sana! Kau pasti belum mandi
kan?'
'Hahaha sudah donk noona.'
'Wahhhhh... rajin ya Minggu pagi sudah mandi.'
'Hahaha siapa lagi donk. Kalau begitu, besuk dikasih
hadiah ya?'
'Kau minta apa? -_____-'
'Terserah noona deh!'
Dan kukira chat kami berakhir sampai di situ.
Keesokan harinya, aku bertugas menjaga UKS (setiap
hari Senin dan Kamis aku bertugas menjaga UKS). And FYI, ruang UKS itu letaknya di depan kelas 2.2. Apakah ini
kebetulan? Dan di tengah jam istirahat pertama berlangsung, ada pesan masuk di handphone ku.
Dari : Kim Jong In
‘Noona,
mana hadiahnya?’
Astaga ini anak. Kukira kemarin hanya basa-basi,
ternyata dia masih ingat.
‘Aku
sedang menjaga UKS sekarang. Kemarilah!’
Dan tak sampai 1 menit, datanglah dia dengan
senyum lebar terpampang manis di bibirnya sambil menengadahkan tangannya
padaku.
“Hei kau minta apa?”
“Apa saja, Ssaem!”
Dasar Kim Jong In, kalau chat di pesan, dia dengan
entengnya memanggil noona...noona... Kalau di sini, haha sopan sekali dia.
“Baiklah, aku punya permen spesial untukmu. Nih!”
sambil kuberikan sebungkus permen padanya.
“Hmmm... baiklah. Thank you, Ssaem!” dia tersenyum
aneh sambil berlari keluar UKS meninggalkanku.
Hahhh... Dasar bocah!
“Kyungsoo-ya, dia siapa?” tanya Park Chanyeol,
temanku menjaga UKS hari ini.
“Dia Kim Jong In, anak kelas 2.2.”
“Woah.... Sepertinya kalian dekat.”
“Lumayan lah. Aku kan pendamping kelasnya. Dia
banyak membantuku.”
Dan berlanjutlah obrolan-obrolan tak penting yang
tentunya disponsori oleh Chanyeol yang ternyata walaupun dia laki-laki, dia
sangat asyik diajak bergosip ria.
~~
Semakin hari, Kim Jong In tak pernah absen
mengirim pesan padaku. Bukan dalam artian kami mempunyai sesuatu yang spesial,
bukan. Tapi entahlah ada sesuatu dalam dirinya yang membuatku nyaman setiap kali
aku bertukar pesan dengannya. Rasanya seperti aku sedang bersama Ji Eun, karena
dengannya aku tak pernah kehabisan kata-kata. Aku selalu menulis apa adanya
tanpa ada rasa jaim ataupun sungkan. Dan dengan Kim Jong In yang baru beberapa
waktu kukenal, aku sudah merasa nyaman. Apapun bisa menjadi bahan percakapan
kami, seperti saat kami sedang taruhan bola. Kami mendukung klub favorit
masing-masing. Bagi siapa yang kalah, besok harus mentraktir yang menang. Dan
keesokan harinya, berakhirlah aku dengan sebuah teh botol di tangan dan Kim
Jong In yang membayarnya. It means, i won
last night!
Dengan segera, kufoto teh botol yang ada di tangan
+ kutulis caption yang ada di statusku.
'Terima kasih.'
Beberapa detik kemudian diapun menulis status,
'Sama-sama..'
Oh God! Apa-apaan ini.....! Hanya anak alay yang
melakukan chat lewat balas-balasan status seperti ini. Aku merasa menjadi
manusia ter-alay sedunia sekarang!
~~
Setiap hari Sabtu, aku dan Chanyeol bertugas
menjaga piket (aku tak tahu kenapa aku sering sekali berpasangan dengan Chanyeol
saat melaksanakan tugas-tugas seperti ini). Dan hari ini, ada beberapa anak
yang terlambat dan tentunya mereka tak boleh masuk kelas sebelum mendapatkan
surat ijin dari petugas piket (aku dan Chanyeol). Setelah beberapa nama
kucatat, ternyata salah satu dari mereka adalah Kim Jong In. Astaga!
“Kenapa kau telat Kim Jong In?” Chanyeol bertanya
dengan wajah garangnya. Aku saat itu hanya bisa menahan tawa melihat ekspresi
Jong In yang takut tapi terlihat aneh
karena dia juga menertawakan ekspresi garang Chanyeol yang kelihatan sekali
dibuat-buat. Setelah dia lolos, tinggal satu anak lagi yang tersisa. Dia
memasang headphone di lehernya dan terlihat paling cool di antara anak-anak yang terlambat tadi. Dan gantian aku yang
bertanya.
“Nama?”
“Oh Sehun, kelas 2.2.”
“Eh? Kau sekelas dengan Kim Jong In?”
“Iya, Ssaem.”
“Baiklah kau boleh masuk.” Kataku sambil menyerahkan
surat ijin masuk padanya.
“Sepertinya hubunganmu dengan Kim Jong In semakin
dekat Kyungsoo-ya.”
“Dekat? Apa kau merasa seperti itu? Menurutku
biasa saja kan aku pendamping kelasnya.”
Belum selesai kami bercerita, ada segerombolan
anak perempuan yang datang terlambat juga. Tapi anehnya, tanpa bertanya nama,
Chanyeol langsung memarahi mereka.
“Baekhyun-ah, kenapa kau telat? Ini sudah hampir
10 menit dari bel masuk!”
“Maaf seonsaengnim, tadi ban motor bocor di
jalan.” Jawab si Baekhyun dengan tampang innocent-nya.
“Oke kalian boleh masuk!” Kata Chanyeol sambil
menyerahkan surat ijin buat mereka.
“Kau kenal mereka?” aku bertanya dengan rasa
penasaran yang sudah sampai ubun-ubun.
“Mereka ada di kelas yang aku dampingi.”
“Ooooo begitu. Sepertinya kalian juga sudah kenal
dekat. Buktinya kau sudah hafal nama-nama mereka. Aku saja baru hafal beberapa
nama.” Aku bicara panjang lebar karena aku mencium ada yang tidak beres di
sini. Haha.
“YA KYUGSOO-YA! Kau curiga padaku?”
“Hahaha, gelagatmu mencurigakan, kau tahu?”
“Kau berkhayal! Kita kan dilarang mempunyai
hubungan lebih lanjut dengan para murid kan? Kau ingat apa yang dikatakan
guru-guru di sini? Tahun kemarin ada yang ketahuan mempunyai hubungan spesial
dengan muridnya, akhirnya mahasiswa itu tidak mendapatkan nilai sama sekali
dalam prakteknya di sekolah!”
“Mengerikan! Hati-hati Chanyeol-ah. Jangan sampai itu
terjadi padamu!”
“YA! Bukankah aku yang seharusnya bilang begitu?”
“Kenapa aku? Aku tak ada apa-apa dengan Kim Jong
In?”
“Memangnya aku menyebutkan nama Kim Jong In? Nah..
Ketahuan kan?”
“Sialan kau, Park Chanyeol!”
Dan kegiatan menjaga piketpun berubah menjadi adu
mulut yang tak berujung sampai bel pulang sekolah berbunyi.
~~
Pekan lomba memperingati hari ulang tahun sekolahpun
akhirnya dimulai. Lomba diawali dengan kegiatan jalan santai dan bazar. Karena
aku adalah panitia yang baik hati, akupun ikut mereka berjalan santai ria berkeliling
menikmati tandusnya hutan sambil berfoto-foto seperlunya. Tapi baru beberapa
ratus meter berjalan, beberapa dari kami mengajak kembali karena kelelahan dan
akhirnya istirahat di suatu gubuk kecil di pinggir hutan. Karena aku juga
merasa kelelahan, aku mengeluarkan handphoneku dan iseng-iseng mengirim pesan.
‘Jong
In-ah, kau di mana?’
Lama tak ada balasan. Dan beberapa menit kemudian,
‘Aku lagi
menjaga stan bazar noona. Kenapa?’
Akhirnya...
‘Bisakah
kau jemput aku? Aku tak kuat berjalan lagi.’
‘Kau di
mana noona?’
Yesss! Akhirnya ada harapan.
‘Aku ada
di gubuk di pinggir hutan. Bisakah kau ke sini?’
Berkali-kali kukirim, tapi gagal. Dan ternyata aku
baru sadar kalau di hutan ini susah signal bahkan tak ada sama sekali seperti
saat ini. Akhirnya aku putuskan untuk kembali berjalan kaki bersama mereka
sampai sekolah. Setelah sampai, kami disambut oleh bazar dengan beraneka macam
jajanan khas yang dijual di setiap stannya. Dengan langkah terseok-seok aku
menghampiri stan kelas yang aku dampingi. Kulihat Kim Jong In sedang asik
membakar sesuatu di depan panggangan.
“YA Kim Jong In! Kenapa kau tak menjemputku?”
“Noona, eh seonsaengnim yang tidak mebalas
pesanku. Mana aku tahu seonsaengnim ada di mana? Jadi aku menunggu balasan
sambil memanggang sate ini. Maaf ya, Ssaem.”
“Baiklah tak apa-apa. Kalau begitu, aku tolong
dibuatkan 1 porsi ya!”
“Oke siap komandan!” Dia pun dengan semangat
melanjutkan mengipasi deretan sate yang ada di depannya.
“Hey, boleh aku mencobanya?” aku penasaran karena
kelihatannya mereka asik sekali berkutat dengan asap di depan pemanggangan.
“Tentu boleh Ssaem! Tapi jangan takut kotor ya!”
kata teman Jong In yang satunya.
“Baiklah akan kucoba.”
Akupun dengan semangat mengipasi beberapa deret
sate yang ada di depanku. Lalu tiba-tiba, tukang gosip-Chanyeol-pun datang.
“Kyungsoo seonsaengnim, kau sedang apa?”
panggilnya dengan tangannya yang sibuk memutar-mutar lensa dslr dan
mengarahkannya padaku.”
“Wah Cahnyeol kau mau memfotoku? Sini-sini guys
Chanyeol seonsaengnim mau memfoto kita!” akupun berteriak pada mereka yang
membantuku memanggang sate tadi. Dan setelah beberapa jepretan, entah feeling
atau apa, Chanyeol seperti mengetahui suara hatiku.
“Ayo Kyungsoo seonsaengnim sama Kim Jong In hadap
ke sini!”
Dan jepret! Woah Chanyeol memang hebat
memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan seperti ini. Dengan senyum penuh
terima kasih, aku memintanya lagi untuk mengambil foto kami berempat yaitu aku,
Kim Jong In, Luhan, dan Oh Sehun. (Aku juga baru tahu kalau ternyata Luhan
menaruh perhatian lebih pada Sehun). Dan misi foto berempatpun, sukses berkat
Chanyeol. Tapi aku merasa aneh, ada sesuatu yang berdetak tak biasa di dadaku
saat ini setelah foto bersama tadi. Mungkin aku kelelahan.
~~
Hari kedua pun diisi dengan berbagai macam
perlombaan seperti English Speech Contest, futsal, dan Abang None. Karena saat
itu aku menjadi juri speech contest, mau tak mau aku harus rela tak menonton
kelas yang kudampingi masuk babak final futsal. Tapi sebelum kegiatanku menjadi
juri dimulai, aku menyempatkan diri untuk melihat mereka. Dan demi apapun yang
ada di dunia ini, Kim Jong In tampil sangat mencolok di antara beberapa pemain
futsal lainnya karena dia mengikat poninya yang panjang ke atas dengan karet gelang.
Astaga what the hell are you doin’, Jong
In-ah?
Ketika babak pertama sudah berjalan beberapa
menit, acara English Speech Contest pun juga ikut dimulai. Kudengar sorak sorai
penonton di lapangan futsal membuatku agak tak bisa berkonsentrasi sebagai juri.
Tapi setelah kegiatan futsal selesai, kudengar mereka kalah dan Kim Jong In pun
cedera lutut. Ketika kuintip dari jendela, aku melihat anak-anak kelas 2.2
istirahat bersama dan Kim Jong In masih bisa tertawa lebar dan aku menarik
kesimpulan kalau dia baik-baik saja. Setelah lomba English Speech Contest selesai,
dilanjut dengan lomba Abang None. Setiap kelas harus mempunyai perwakilan untuk
menampilkan bakat yang mereka miliki. Tapi ketika aku mencari perwakilan kelasku,
mereka tak nampak sama sekali. Akhirnya aku menemui anak-anak 2.2 yang kebetulan
masih istirahat di depan ruangan.
“Mana perwakilan dari kelas kita? Kok belum
datang?”
“Si Irene dari tadi nggak ada Ssaem, saya coba
hubungi juga susah.”
“Aduh bagaimana ini? Kalau kelas kita tak ada
perwakilan, dendanya mahal lho.” Kataku frustasi.
Semuanya diam tak ada yang menjawab. Mungkin
mereka juga takut mau tampil karena mereka belum ada persiapan sama sekali.
“Jong In-ah, kau pernah bilang bisa main gitar
kan?” tanyaku penuh selidik.
“Iya Ssaem, malahan dia seorang gitaris band lho.”
Kata seseorang yang masih kuingat namanya, Oh Sehun.
“Bagaimana Jong In-ah? Apa kau mau?”
“Aku mau Ssaem, tapi nanti siapa yang akan
menyanyi? Kalau cuma gitar pasti nanti membosankan.”
“Si Krystal aja saem. Dia sering nyanyi-nyanyi di
kelas suaranya lumayan kok.” Kata seseorang yang duduk di samping Kim Jong In.
“Tapi apakah dia mau? Kalian kan belum pernah
latihan.”
“Pasti mau Ssaem. Krystal kan ada ‘ehem’ sama Jong
In.”
“Eh? Iya kah?” tanyaku penasaran.
“Tidak ada apa-apa kok Ssaem. Baiklah aku hubungi
dia dulu.”
“Nah kan Ssaem, liat apa yang dilakukan Jong In.
Cieeeeeee.” Mereka pun heboh meneriaki Kim Jong In yang terlihat sibuk mengutak
ngutik handphonenya untuk menghubungi Krystal.
“Baiklah, aku serahkan padamu dan Krystal ya Jong
In-ah. Latihanlah dulu sebentar. Kalian akan kuberi nomor urut akhir agar
kalian punya waktu untuk latihan.”
“Iya, Ssaem.”
Setelah beberapa kelas tampil, akhirnya sampailah
giliran perwakilan kelasku. Aku meminta dengan sangat temanku yang membawa
kamera untuk memfoto mereka yang banyak sementara aku akan merekam atau mem-video
mereka. Dengan gayanya yang khas dan rasa percaya diri yang tinggi, Kim Jong In
dan Krystal memasuki ruangan. Mereka tak terlihat nervous sama sekali, mungkin itu bawaan Kim Jong In yang sudah
sering tampil di panggung. Dan petikan gitarpun dimulai. Jong In cukup ahli
dalam memainkan gitarnya dan aku langsung terpaku melihat dia bernyanyi diikuti
suara lembut Krystal. Mereka seperti pasangan yang serasi L.
Aku baru sadar ketika sebuah tangan terulur
padaku. Ada yang mengajak aku bersalaman dan ternyata itu Jong In dan Krystal.
Mereka sudah selesai tampil. Dan kemana saja fikiranku tadi sampai aku tak
sadar sama sekali mereka sudah selesai? Ini gawat!
~~
Seperti biasa, setiap malam selain aku chattingan
dengan Kris, dengan Kim Jong In yang tak pernah absen sampai sekarang, aku juga
rajin chat dengan Ji Eun. Dia masih berbunga-bunga saat dia bercerita tentang
Jimin, yang katanya dengan wajah polos menjemput dan menggandeng Ji Eun menuju
ke kelasnya karena saat itu Ji Eun mau mengajar di kelas Jimin. Jimin pun juga
sengaja membuat kue spesial saat pelajaran Tata Boga untuk Ji Eun dan Ji Eun
memberi sebuah kamus saku sebagai balasannya. Ah manisnya. Hal seperti itu merupakan
hal yang wajar terjadi karena mereka masih di tingkat Junior High School. Coba
kalau di sekolah yang aku tempati saat ini? Luhan yang mendapat banyak
penggemar di kalangan murid laki-laki saja menjadi bahan perbincangan di kalangan
teman-teman mahasiswa sendiri. Padahal Luhan tak ada sama sekali niatan
mendekati mereka apalagi menjalin hubungan spesial dengan mereka. Aku merasa
ini terlalu berlebihan. Dan hal itu tak hanya berhenti sampai di situ, aku,
Jongdae, Jungmo, dan Chanyeol pun juga menjadi bahan obrolan mereka karena
hubungan kami yang dianggap terlalu dekat dengan murid. Aku selalu iri pada
apapun yang diceritakan Ji Eun padaku tentang teman-temannya yang malahan
terlihat mendukung Ji Eun dan Jimin, bukan memojokkan seperti keadaanku saat ini. Dan masalah inipun tak
luput menjadi topik obrolanku dengan Jong In bahkan seperti malam ini dia juga curhat
padaku tentang mantan kekasihnya yang ternyata kakak kelasnya sendiri.
‘Jadi,
Jessica itu mantan kekasihmu? Yang dandannya bak artis hollywood itu?’
‘Iya
noona. Dulu waktu aku masih kelas 1, dia katanya menyukaiku.’
‘Trus
kamu langsung bilang iya?’
‘Hehe
habis mau gimana lagi. Dulu kan aku masih polos.’
‘Dasar!
Kecil-kecil sukanya sama tante-tante!’
‘Haha
yang penting kan aku pernah punya mantan cantik!’
‘Nggak
penting. Itu percuma kalau nyatanya kamu sekarang masih single. Haha.’ Aku
tersenyum puas menggodanya habis-habisan.
‘Iyasih sekarang
aku single.’
‘Kalau
begitu, ayo kita hangout Jong In-ah.’ Aku tersenyum evil.
‘Ayo!
Tapi nanti aku dihajar sama kekasihmu noona. Takut ah!’
‘Lho kamu
tahu?’
‘Di instagram
noona kan ada.’
‘Kamu
kepo ya? Hayoooo...’
‘Iya,
hehe aku cuma penasaran waktu itu. Ternyata noona sudah punya kekasih. Aku nggak
mau macam-macam ah. Takut!
‘Dasar bocah!
Kamu lagi apa Jongin-ah?’
‘Lagi
buat mi instan. Noona mau?’
‘Wahh
mau,,,,.’
‘Ini udah
jadi.’
Dan foto semangkok mi instan pun terpampang di
layar chat. Dasar Kim Jong In. Dia akhir-akhir ini sering mengirimi foto
makanan yang sedang dia buat. Entah mi instan, nasi goreng, atau piring bekas
dia makan -_-. Entah aku tak tahu maksud ketidak-jelasan (baca : ke-gj-an) yang
sering dia lakukan. Tapi yang selalu membuatku nyaman saat berkirim pesan
dengannya adalah, dia tak pernah mengabaikanku. Dia selalu bilang ketika mau
melakukan sesuatu. Seperti ‘aku makan
dulu ya noona..’ , ‘udah selesai makan nih..’ , ‘aku mau main futsal dulu..’ ,
‘aku udah di rumah..’, dan segala kegiatan mulai dari bangun tidur,
sekolah, pulang, sampai tidur lagi. Dan aku juga tak sadar, aku sudah terlalu
terbiasa dengan keadaan seperti ini.
~~
Seperti malam-malam biasanya, handphoneku
berdering menandakan pesan masuk yang ternyata dari Jong In.
'Aku baru sampai rumah noona. Belum tidur?'
'Kau darimana Jong In-ah? Belum kok.'
'Membeli baju baru untuk tampil besok. Hehe.'
'Oiya, kamu besok main band atau apa?'
'Iya ngeband noona. Sama Oh Sehun dan kawan-kawan.'
'Sehun juga ikut? Wahhhh...'
'Iya, tadi aku keluar beli bajunya sama Sehun
juga.'
'Wah besok pasti kalian keren!' kataku antusias.
'Iya donk. Besok pasti banyak yang minta tanda
tangan padaku.'
'Dasar kepedean!'
'Haha sekali-kali nggak apa-apa kan. Eh noona,
besok foto ya.'
'Foto apa? Foto kamu? Iya tadi Chanyeol sudah
kupesan biar besok bawa kamera.'
'Bukan foto aku. Tapi foto berdua.'
'Berdua? Sama siapa? Krystal lagi?'
'Foto berdua sama noona lah -____-“.'
'Foto berdua? Kita?'
'Iya. Noona nggak mau ya?'
'Hmmm... gimana ya? Haha iya iya mau. Besok aku
bilang ke Chanyeol biar ambil foto kita yang banyak!'
'Okesip noona!'
~~
Keesokan paginya, aku dan Luhan sengaja berangkat
lebih awal dari biasanya karena ini adalah hari puncak acara hari ulang tahun
sekolah. Tentunya kami sebagai panitia akan lebih sibuk menyiapkan semuanya.
Tapi saat aku dan Luhan memasuki gang menuju basecamp kami, di depan sudah
duduk dua onggok manusia yang dengan senyum manisnya menyapa kami,
“Selamat pagi, seonsaengnim!”
“Pagi Sehun-ah, Jong In-ah.” Jawab kami hampir
bersamaan.
“Kenapa kalian sudah rapi sekali pagi ini?” aku
bertanya setengah melongo karena melihat pemandangan
indah yang tersaji di depan mata.
“Kami mau checksound sebelum tampil seonsaengnim.”
Jawab Kim Jong In yang terlihat semangat sekali pagi ini.”
“Kalian sudah makan pagi?” Luhan bertanya dengan
nada yang penuh perhatian.
“Belum seonsaengnim.” Kata Sehun dengan wajah
polos sambil memegang perutnya.
“Bagaimana kalau kita makan pagi sama-sama?
Sepertinya belum banyak yang datang jadi kita masih punya banyak waktu.” Kataku
sambil memastikan jam.
“Baiklah.” Kata mereka serempak.
Dan akhirnya sampailah kami di kantin dan memesan
makanan. Aku dan Luhan tak henti-hentinya memandangi mereka. Jika biasanya Kim
Jong In memakai seragam yang agak kebesaran saat sekolah, dan Oh Sehun selalu
memakai seragamnya dengan santai dengan headphone di leher, hari ini mereka
terlihat berbeda sekali. Suatu kolaborasi yang menarik. Kim Jong In yang
periang dengan senyum manisnya saat ini tengah memakai kaos hitam dan rompi
denim yang terlihat sangat pas sekali di badannya. Dan Oh Sehun, dengan tampang
yang biasa dingin dia memakai kaos dengan kemeja kotak-kotak di bagian luarnya.
Dia terlihat sangat cool dan manly secara bersamaan. Karena suasana di kantin
semakin ramai, aku dan Luhan memutuskan untuk pergi dahulu sebelum ada yang
membuat bahan obrolan tentang kami lagi seperti waktu itu. Saat kami hampir
keluar dari kantin, Kim Jong In memanggilku dan mendekat.
“Noo—eh seonsaengnim!”
“Iya? Kenapa Jong In-ah?”
“Nanti jangan lupa ya. Foto.”
“Foto? Oh, iya pasti.”
Aku kira keinginan Jong In tadi malam untuk foto
bersama hanya basa-basi. Ternyata......
“Kyungsoo-ya! Kenapa kau senyam-senyum sendiri?”
“Tak apa-apa Luhan-ah. Hanya aku merasa hari ini
akan indah sekali.”
“Pasti gara-gara Kim Jong In tadi kan? Hayoo... ”
“Sssssst... diamlah Luhan. Kau juga senang kan
melihat Sehun tadi? Iya kan? Iya kan? Ayo ngaku.....”
“Kyungsoo-ya jangan keras-keras. Nanti ada yang
dengar.”
Dan sepanjang jalan kamipun berbicara sambil
berbisik-bisik tidak jelas karena rasa terlalu bahagia yang sedang kami
rasakan.
Beberapa jam kemudian, acara dimulai dengan menampilkan
pemenang lomba Abang None (Kim Jong In dan Krystal tak masuk daftar pemenang).
Setelah melalui sesi panjang seperti catwalk di atas panggung dan menjawab
pertanyaan dari juri, acara dilanjut dengan penampilan bintang tamu dari
sponsor. Aku, Luhan, dan teman-teman yang lain sudah menempati tempat duduk penonton
paling depan karena itu spot terbaik untuk melihat penampilan mereka nanti.
Dan acara yang paling ditunggu-tunggu pun datang.
Dunia terasa berhenti untuk kedua kalinya bagiku ketika kulihat Kim Jong In naik
ke atas panggung dan mulai memetik gitarnya. Bersama Oh Sehun dan beberapa
teman mereka lainnya, mereka membawakan lagu dengan sangat memukau. Yah
walaupun jujur aku hanya terpaku pada sesosok gitaris yang tak terlalau tinggi
memakai rompi denim itu. Sempat kulihat Oh Sehun tersenyum ke arah Luhan dengan
manisnya dan itu cukup membuat Luhan hampir mimisan kurasa. Dasar Oh Sehun
penggoda! Chanyeol dan Jongdae juga sibuk ke sana kemari menenteng kamera
sambil mengambil jepretan lebih banyak dibandingkan penampilan-penampilan sebelumnya.
Ah sepertinya mereka tahu apa yang aku dan Luhan inginkan.
Setelah mereka selesai menampilkan dua lagu,
kulihat Kim Jong In dengan wajah kelelahan turun dari pangung dan berjalan
menuju ke arahku. Tanpa ba bi bu dia langsung duduk di kursi kosong tepat di
sebelahku yang sebelumnya ditempati Chanyeol.
“Kalian keren, Jong In-ah!” pujiku sambil
mengacungkan dua jempol ke arahnya.
“Benarkah? Aku keren, noona?”
“Iya, kau yang paling keren!” kataku sambil
berbisik agar tak terdengar oleh Luhan. Dia masih terbuai oleh senyuman yang
diluncurkan Oh Sehun saat di atas panggung tadi.
“Hahaha ternyata nggak rugi ya noona aku beli baju
baru kemarin.”
“Pasti donk. Eh di situ panas Jong In-ah. Kenapa
tak pindah tempat duduk?” Kulihat saat ini memang sinar matahari langsung
bersinar ke arah tempat duduk Jong In.
“Aku mau di sini saja noona.” Katanya sambil
menonton ke arah panggung.
Aku tak tahu apa yang difikirkan Jong In saat ini.
Tapi kami tetap duduk berdampingan dalam diam beberapa menit ke depan sambil
menikmati penampilan band-band selanjutnya. Getaran asing di dada yang
kurasakan beberapa hari yang lalu datang lagi. Aneh. Dan ketika Chanyeol tak
sengaja lewat di depan kami, suara Kim Jong In terdengar.
“Park Seonsaengnim, tolong foto kami berdua.”
“Hah? Sekarang?” kataku kaget.
“Iya Noona,
ayo foto!” Katanya sambil
berbisik ke arahku.
Dan akhirnya dengan ekspresi antara kaget, senang,
dan entahlah aku tak tahu lagi bagaimana menjelaskannya, Chanyeol mengambil
beberapa jepretan untuk kami berdua. Dan tak ketinggalan Jongdae juga mengambil
jepretan kami berdua bersama dengan beberapa murid lainnya.
Terima
kasih Park Chanyeol, Kim Jongdae. Kalian memang luar biasa!^^
~~
Malamnya saat aku dan Jong In berkirim pesan, aku
tak henti-hentinya memuji Jong In saat dia di panggung tadi.
‘Bagaimana Jong In-ah? Apa kau banyak mendapatkan
tanda tangan tadi?’
‘Hahaha aku kan bukan artis. Tapi lumayanlah.’
‘Dasar!’
‘Noona, kita kirim voice note aja ya? Jariku lelah
untuk mengetik pesan.’
‘Baiklah.’
Dan jadilah kami saling mengirim pesan melaui voice
note. Rasanya aneh dan asing sambil mendengar suarannya, aku juga membayangkan
ekspresinya saat mengucapkan kalimat demi kalimat yang ia kirimkan. Sensasinya
beda. Dan entah angin darimana, dia tiba-tiba bilang,
‘Eh aku mau ke salon dulu ya noona. Mau potong
rambut.’
‘Eh? Kenapa dipotong? Kan belum terlalu panjang?’
‘Biar enteng noona. Aku pergi dulu ya~’
~~
Dan ketika hari Senin tiba, aku melihat Jong In dengan topi yang selalu dia pakai ke mana-mana. Kenapa dengan rambut barunya? Kenapa dia menutupinya? Apa dia malu? Akupun penasaran setengah mati. Setelah kuintip diam-diam melalui jendela kelasnya, aku tak bisa berhenti tertawa untuk beberapa menit ke depan. Entahlah aku harus bilang apa nanti. Bukannya jelek, Kim Jong In tak pernah terlihat jelek bagiku. Tapi, entahlah. Dan kekhawatiranku memuncak saat istirahat handphoneku berbunyi menandakan kalau ada pesan.
Dan ketika hari Senin tiba, aku melihat Jong In dengan topi yang selalu dia pakai ke mana-mana. Kenapa dengan rambut barunya? Kenapa dia menutupinya? Apa dia malu? Akupun penasaran setengah mati. Setelah kuintip diam-diam melalui jendela kelasnya, aku tak bisa berhenti tertawa untuk beberapa menit ke depan. Entahlah aku harus bilang apa nanti. Bukannya jelek, Kim Jong In tak pernah terlihat jelek bagiku. Tapi, entahlah. Dan kekhawatiranku memuncak saat istirahat handphoneku berbunyi menandakan kalau ada pesan.
Dari : Kim Jong In
‘Bagaimana
rambut baruku noona?’
Astaga aku harus jawab apa? Akhirnya setelah
kufikirkan matang-matang, aku membalas,
‘Kau
seperti anak kecil, Jong In-ah. Entahlah, tapi tetap keren kok!’
‘Aku kan
memang masih kecil, noona......’
Dan tawaku berlanjut seharian sambil membayangkan
rambut Kim Jong In yang plontos tapi mempesona.
~~
Spring,
Mid November.
Pertengahan November adalah hari yang paling
kutunggu-tunggu. Dan semakin hari
hubunganku dengan Kim Jong In semakin terasa menyenangkan. Dia sering
bercerita padaku ada beberapa tempat yang bagus untuk hunting foto. Aku dengan
senang hati mengajak Luhan karena tentunya di mana ada Kim Jong In pasti ada Oh
Sehun. Apalagi ditambah dengan kehadiran photographer Chanyeol dan Jongdae,
rencana hangout + hunting fotopun akhirnya tersusun dengan baik. Tapi saat H-1
sebelum acara hunting terlaksana, Jongdae tampak ragu-ragu.
“Kyungsoo-ya, apa benar tak apa-apa besok kita hunting
sama mereka?” tanya Jongdae saat perjalanan pulang dari sekolah.
“Kan kita ramai-ramai, kalau kita huntingnya cuma
berdua mungkin akan jadi masalah.”
“Tapi aku ragu, bukankah sebaiknya kita tunda dulu
sampai kegiatan praktek kita di sekolah ini selesai?”
“Tapi kita kan sudah terlanjur janji sama mereka?
Bagaimana?”
“Baiklah nanti kita pikirkan lagi.”
Malam harinya aku, Jongdae, dan Luhan berkirim
pesan membahas tentang rencana yang akan kita lakukan besok apakah jadi atau
tidak, tapi belum selesai kami membahasnya ada yang mengetuk pintu depan
rumahku. Tiba-tiba muncullah Kris dengan senyum manisnya padaku.
Dia pulang.
Kejutan.
To be
continued.....
0 komentar:
Posting Komentar