Jumat, 23 Oktober 2015

FF - F A L L (PART I)

0

















Cast : EXO member, Ji Eun, Jimin, Jungmo
Genre :  GS, School Life, Romance
Rated : Aman lah
Disclaimer : The story is mine. The cast belongs to 'themselves'. HAPPY READING ~~



 ~~

Autumn, Last September.

Menurut Do Kyungsoo, bahagia itu sederhana. Hanya dengan melihat senyumnya dari kejauhan saja, itu sudah lebih dari cukup.

~~

Hai.
Namaku Do Kyungsoo. Umur 22 tahun. Mahasiswa semester akhir. Selalu
menjunjung tinggi asas 'Diam itu emas' alias pendiam tingkat akut. Aku adalah tipe orang yang tak akan bicara duluan sebelum orang lain yang mengajakku bicara. Tapi ada juga beberapa expert (?) yang mengatakan kalau kata 'pendiam' untukku hanyalah kedok. Karena kata mereka yang cukup-bahkan-sangat-dekat-denganku, aku orangnya cukup gila dalam beberapa hal. Dan aku juga (sedikit) introvert. Ya benar. Aku tak terlalu suka keluar rumah. Kalaupun suka, mungkin bisa dihitung jari berapa kali aku menghabiskan waktu liburanku di luar rumah. (Mungkin saat Kris-kekasihku pulang, itu bisa masuk hitungan jariku).

Sudah kukatakan di awal kalau aku adalah seorang mahasiswa tingkat akhir. Dan tentunya di setiap kampus termasuk kampusku sekarang, ada program untuk mahasiswa tingkat akhir yaitu praktek langsung di lapangan (tepatnya di sekolah) untuk menerapkan teori-teori yang sudah didapatkan di tahun-tahun perkuliahan sebelumnya. Tapi masalahnya sekarang, dengan berbekal ketidakberuntungan yang selalu setia mengikutiku, aku mendapatkan tempat praktek yang letaknya lumayan sangat jauh dari perkiraanku. Teman-temanku bercerita kalau mereka mendapatkan tempat yang berada di tengah-tengah kota, ada yang dekat sekali dengan rumah mereka dan bisa mereka tempuh dengan berjalan kaki. Bahkan sahabatku, Ji Eun, dia malah mendapatkan tempat yang dekat sekali dengan rumahku. Sementara aku?

Setelah kutelusuri menggunakan bantuan (big thanks to go*gle map) selama satu jam perjalanan, melewati pasar, mengikuti jalanan sepi berkelok-kelok, dan menerobos hutan kering yang daunnya sedang berguguran saat itu, aku baru menemukannya. Sekolah itu ternyata terletak di ujung jalan menanjak setelah melewati hutan kering yang daunnya sedang berguguran tadi. Wow! Amazing! Dan lebih parahnya lagi, dari daftar nama-nama yang akan praktik satu sekolah denganku, aku hanya menemukan segelintir nama yang kukenal.

Yeah, welcome to the new world, Do Kyungsoo!

~~

Kegiatan awal dimulai dengan melakukan survey dan perkenalan ala kadarnya. Terhitung ada 22 orang yang akan praktek di sekolah ini denganku. Setelah saling mengenal beberapa hari, aku sudah bisa 'sedikit' berbaur dengan mereka terutama yang satu jurusan denganku. Selain Jongdae (teman sekelasku di kampus), ada Tao eonnie, Luhan, dan seorang lelaki pemalas tetapi menyenangkan yaitu Jungmo. Sedangkan yang lainnya, mungkin ada Park Chanyeol yang terlihat cerewet di awal-awal perkenalan jadi lebih sedikit menarik perhatianku.

Setelah beberapa hari yang melelahkan berlalu, aku baru menyadari ternyata menjadi mahasiswa tingkat akhir sangat sulit karena membutuhkan keahlian membagi waktu. Bagaimana tidak, setiap hari sepulang praktek di sekolah, masih ada jam kuliah yang menunggu di kampus. Belum lagi dengan tugas yang menumpuk, ataupun Kris yang selalu merasa terabaikan gara-gara aku terlalu kelelahan membagi waktu.

Tapi yang menarik adalah saat jam perkuliahan dimulai, aku dan teman-teman sekampus saling berbagi cerita tentang sekolah kami, bahkan mereka sangat antusias bercerita tentang tingkah laku anak didik mereka yang baru. Dan salah satu sahabatku, Ji Eun, menurutku dia yang paling antusias saat menceritakan pengalaman mengajarnya di Junior High School, karena dia menemukan sesuatu yang menarik. Sebut saja dia Jimin, seonggok manusia yang bisa dikatakan masih belum beranjak dewasa ini cukup menyita perhatian sahabatku. Sementara aku? Entahlah. Aku masih belum menemukan sesuatu yang menarik saat ini.

Siswa Senior High School (SHS) memang berbeda jauh dengan murid Junior High School (JHS) seperti yang diceritakan Ji Eun lewat curhatan-curhatannya setiap malam. Karena tentunya mereka lebih dewasa, sedikit brutal-entahlah apa itu sebutannya- yang jelas mereka sangat susah diatur. Kebetulan aku dan Luhan bekerja sama untuk mengajar mereka di beberapa kelas yang sama dan berbagi penderitaan yang sama pula. Ceritapun dimulai ketika sekolah yang kami tempati mengadakan acara perayaan ulang tahun sekolah. Dan secara otomatis, kami menjadi panitia acara tersebut. Banyak acara dan lomba-lomba yang terdaftar seperti perayaan di tahun-tahun sebelumnya. Setiap mahasiswa ditugaskan untuk mendampingi setiap kelas dan aku mendapat tugas mendampingi kelas 2.2. Awalnya terasa agak canggung karena itu pertama kalinya aku melakukan kegiatan seperti ini. Menghadapi berbagai macam wajah asing para murid yang sama sekali belum kukenal itu sangat menyiksa. Tapi semua itu berubah ketika salah satu dari mereka berlari dengan langkah terburu-buru memanggilku, Sonsaengnim!”. Ada seorang murid lelaki yang tak terlalu tinggi dan tak terlalu mencolok berlari mendekat sambil menyerahkan handphone ber-chasing pink-biru muda ke arahku.

“Bagaimana menurutmu, Ssaem? Apa desain kaos ini bagus?”.

Setelah kulihat ternyata ada gambar contoh desain kaos yang akan mereka gunakan untuk acara perayaan ulang tahun nanti.

“Hmm...  Bagus! Seleramu lumayan.......”

“Baiklah, kalau begitu desain ini kita pakai buat kaos kelas bagaimana?”

“Boleh! Oiya, namamu siapa?”

“Jong In. Kim Jong In, Ssaem!” Dia berkata sambil tersenyum.

Manis.

~~

Karena aku menjadi penanggungjawab kelas 2.2, mau tak mau aku harus lebih sering setidaknya memberi perhatian khusus kepada mereka tentang apa saja yang mereka butuhkan untuk keperluan acara ini. Tapi aku memang tak banyak membantu karena mereka lebih kreatif dari yang kubayangkan. Terutama Kim Jong In, ternyata dia anak yang sangat baik karena dia selalu mau memberitahukan apapun yang mereka lakukan dan apapun yang mereka butuhkan dan tak segan-segan memintanya padaku.

Seperti saat Minggu pagi aku mengiriminya pesan, 'Apa kalian masih membutuhkan kertas koran, Jong In-ah? Di rumahku ada banyak.'

Dan sesaat kemudian dia mebalas 'Sebenarnya sudah cukup. Tp bawa saja tak apa-apa noona untuk persediaan.'

Eh? Noona?

'Baiklah akan kubawakan besok.'



'Asik... Yang banyak ya noona!'



'Iya iya. Cepat mandi sana! Kau pasti belum mandi kan?'



'Hahaha sudah donk noona.'



'Wahhhhh... rajin ya Minggu pagi sudah mandi.'



'Hahaha siapa lagi donk. Kalau begitu, besuk dikasih hadiah ya?'



'Kau minta apa? -_____-'



'Terserah noona deh!'

Dan kukira chat kami berakhir sampai di situ.

Keesokan harinya, aku bertugas menjaga UKS (setiap hari Senin dan Kamis aku bertugas menjaga UKS). And FYI, ruang UKS itu letaknya di depan kelas 2.2. Apakah ini kebetulan? Dan di tengah jam istirahat pertama berlangsung, ada pesan masuk di handphone ku.

Dari : Kim Jong In
‘Noona, mana hadiahnya?’

Astaga ini anak. Kukira kemarin hanya basa-basi, ternyata dia masih ingat.

‘Aku sedang menjaga UKS sekarang. Kemarilah!’

Dan tak sampai 1 menit, datanglah dia dengan senyum lebar terpampang manis di bibirnya sambil menengadahkan tangannya padaku.

“Hei kau minta apa?”

“Apa saja, Ssaem!”

Dasar Kim Jong In, kalau chat di pesan, dia dengan entengnya memanggil noona...noona... Kalau di sini, haha sopan sekali dia.

“Baiklah, aku punya permen spesial untukmu. Nih!” sambil kuberikan sebungkus permen padanya.

“Hmmm... baiklah. Thank you, Ssaem!” dia tersenyum aneh sambil berlari keluar UKS meninggalkanku.

Hahhh... Dasar bocah!

“Kyungsoo-ya, dia siapa?” tanya Park Chanyeol, temanku menjaga UKS hari ini.

“Dia Kim Jong In, anak kelas 2.2.”

“Woah.... Sepertinya kalian dekat.”

“Lumayan lah. Aku kan pendamping kelasnya. Dia banyak membantuku.”

Dan berlanjutlah obrolan-obrolan tak penting yang tentunya disponsori oleh Chanyeol yang ternyata walaupun dia laki-laki, dia sangat asyik diajak bergosip ria.

~~

Semakin hari, Kim Jong In tak pernah absen mengirim pesan padaku. Bukan dalam artian kami mempunyai sesuatu yang spesial, bukan. Tapi entahlah ada sesuatu dalam dirinya yang membuatku nyaman setiap kali aku bertukar pesan dengannya. Rasanya seperti aku sedang bersama Ji Eun, karena dengannya aku tak pernah kehabisan kata-kata. Aku selalu menulis apa adanya tanpa ada rasa jaim ataupun sungkan. Dan dengan Kim Jong In yang baru beberapa waktu kukenal, aku sudah merasa nyaman. Apapun bisa menjadi bahan percakapan kami, seperti saat kami sedang taruhan bola. Kami mendukung klub favorit masing-masing. Bagi siapa yang kalah, besok harus mentraktir yang menang. Dan keesokan harinya, berakhirlah aku dengan sebuah teh botol di tangan dan Kim Jong In yang membayarnya. It means, i won last night!

Dengan segera, kufoto teh botol yang ada di tangan + kutulis caption yang ada di statusku.

'Terima kasih.'

Beberapa detik kemudian diapun menulis status,

'Sama-sama..'

Oh God! Apa-apaan ini.....! Hanya anak alay yang melakukan chat lewat balas-balasan status seperti ini. Aku merasa menjadi manusia ter-alay sedunia sekarang!

~~

Setiap hari Sabtu, aku dan Chanyeol bertugas menjaga piket (aku tak tahu kenapa aku sering sekali berpasangan dengan Chanyeol saat melaksanakan tugas-tugas seperti ini). Dan hari ini, ada beberapa anak yang terlambat dan tentunya mereka tak boleh masuk kelas sebelum mendapatkan surat ijin dari petugas piket (aku dan Chanyeol). Setelah beberapa nama kucatat, ternyata salah satu dari mereka adalah Kim Jong In. Astaga!

“Kenapa kau telat Kim Jong In?” Chanyeol bertanya dengan wajah garangnya. Aku saat itu hanya bisa menahan tawa melihat ekspresi Jong In  yang takut tapi terlihat aneh karena dia juga menertawakan ekspresi garang Chanyeol yang kelihatan sekali dibuat-buat. Setelah dia lolos, tinggal satu anak lagi yang tersisa. Dia memasang headphone di lehernya dan terlihat paling cool di antara anak-anak yang terlambat tadi. Dan gantian aku yang bertanya.

“Nama?”

“Oh Sehun, kelas 2.2.”

“Eh? Kau sekelas dengan Kim Jong In?”

“Iya, Ssaem.”

“Baiklah kau boleh masuk.” Kataku sambil menyerahkan surat ijin masuk padanya.

“Sepertinya hubunganmu dengan Kim Jong In semakin dekat Kyungsoo-ya.”

“Dekat? Apa kau merasa seperti itu? Menurutku biasa saja kan aku pendamping kelasnya.”

Belum selesai kami bercerita, ada segerombolan anak perempuan yang datang terlambat juga. Tapi anehnya, tanpa bertanya nama, Chanyeol langsung memarahi mereka.

“Baekhyun-ah, kenapa kau telat? Ini sudah hampir 10 menit dari bel masuk!”

“Maaf seonsaengnim, tadi ban motor bocor di jalan.” Jawab si Baekhyun dengan tampang innocent-nya.

“Oke kalian boleh masuk!” Kata Chanyeol sambil menyerahkan surat ijin buat mereka.

“Kau kenal mereka?” aku bertanya dengan rasa penasaran yang sudah sampai ubun-ubun.

“Mereka ada di kelas yang aku dampingi.”

“Ooooo begitu. Sepertinya kalian juga sudah kenal dekat. Buktinya kau sudah hafal nama-nama mereka. Aku saja baru hafal beberapa nama.” Aku bicara panjang lebar karena aku mencium ada yang tidak beres di sini. Haha.

“YA KYUGSOO-YA! Kau curiga padaku?”

“Hahaha, gelagatmu mencurigakan, kau tahu?”

“Kau berkhayal! Kita kan dilarang mempunyai hubungan lebih lanjut dengan para murid kan? Kau ingat apa yang dikatakan guru-guru di sini? Tahun kemarin ada yang ketahuan mempunyai hubungan spesial dengan muridnya, akhirnya mahasiswa itu tidak mendapatkan nilai sama sekali dalam prakteknya di sekolah!”

“Mengerikan! Hati-hati Chanyeol-ah. Jangan sampai itu terjadi padamu!”

“YA! Bukankah aku yang seharusnya bilang begitu?”

“Kenapa aku? Aku tak ada apa-apa dengan Kim Jong In?”

“Memangnya aku menyebutkan nama Kim Jong In? Nah.. Ketahuan kan?”

“Sialan kau, Park Chanyeol!”

Dan kegiatan menjaga piketpun berubah menjadi adu mulut yang tak berujung sampai bel pulang sekolah berbunyi.

~~

Pekan lomba memperingati hari ulang tahun sekolahpun akhirnya dimulai. Lomba diawali dengan kegiatan jalan santai dan bazar. Karena aku adalah panitia yang baik hati, akupun ikut mereka berjalan santai ria berkeliling menikmati tandusnya hutan sambil berfoto-foto seperlunya. Tapi baru beberapa ratus meter berjalan, beberapa dari kami mengajak kembali karena kelelahan dan akhirnya istirahat di suatu gubuk kecil di pinggir hutan. Karena aku juga merasa kelelahan, aku mengeluarkan handphoneku dan iseng-iseng mengirim pesan.

‘Jong In-ah, kau di mana?’

Lama tak ada balasan. Dan beberapa menit kemudian,

‘Aku lagi menjaga stan bazar noona. Kenapa?’


Akhirnya...

‘Bisakah kau jemput aku? Aku tak kuat berjalan lagi.’



‘Kau di mana noona?’


Yesss! Akhirnya ada harapan.

‘Aku ada di gubuk di pinggir hutan. Bisakah kau ke sini?’


Berkali-kali kukirim, tapi gagal. Dan ternyata aku baru sadar kalau di hutan ini susah signal bahkan tak ada sama sekali seperti saat ini. Akhirnya aku putuskan untuk kembali berjalan kaki bersama mereka sampai sekolah. Setelah sampai, kami disambut oleh bazar dengan beraneka macam jajanan khas yang dijual di setiap stannya. Dengan langkah terseok-seok aku menghampiri stan kelas yang aku dampingi. Kulihat Kim Jong In sedang asik membakar sesuatu di depan panggangan.

“YA Kim Jong In! Kenapa kau tak menjemputku?”

“Noona, eh seonsaengnim yang tidak mebalas pesanku. Mana aku tahu seonsaengnim ada di mana? Jadi aku menunggu balasan sambil memanggang sate ini. Maaf ya, Ssaem.”

“Baiklah tak apa-apa. Kalau begitu, aku tolong dibuatkan 1 porsi ya!”

“Oke siap komandan!” Dia pun dengan semangat melanjutkan mengipasi deretan sate yang ada di depannya.

“Hey, boleh aku mencobanya?” aku penasaran karena kelihatannya mereka asik sekali berkutat dengan asap di depan pemanggangan.

“Tentu boleh Ssaem! Tapi jangan takut kotor ya!” kata teman Jong In yang satunya.

“Baiklah akan kucoba.”

Akupun dengan semangat mengipasi beberapa deret sate yang ada di depanku. Lalu tiba-tiba, tukang gosip-Chanyeol-pun datang.

“Kyungsoo seonsaengnim, kau sedang apa?” panggilnya dengan tangannya yang sibuk memutar-mutar lensa dslr dan mengarahkannya padaku.”

“Wah Cahnyeol kau mau memfotoku? Sini-sini guys Chanyeol seonsaengnim mau memfoto kita!” akupun berteriak pada mereka yang membantuku memanggang sate tadi. Dan setelah beberapa jepretan, entah feeling atau apa, Chanyeol seperti mengetahui suara hatiku.

“Ayo Kyungsoo seonsaengnim sama Kim Jong In hadap ke sini!”

Dan jepret! Woah Chanyeol memang hebat memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan seperti ini. Dengan senyum penuh terima kasih, aku memintanya lagi untuk mengambil foto kami berempat yaitu aku, Kim Jong In, Luhan, dan Oh Sehun. (Aku juga baru tahu kalau ternyata Luhan menaruh perhatian lebih pada Sehun). Dan misi foto berempatpun, sukses berkat Chanyeol. Tapi aku merasa aneh, ada sesuatu yang berdetak tak biasa di dadaku saat ini setelah foto bersama tadi. Mungkin aku kelelahan.

~~

Hari kedua pun diisi dengan berbagai macam perlombaan seperti English Speech Contest, futsal, dan Abang None. Karena saat itu aku menjadi juri speech contest, mau tak mau aku harus rela tak menonton kelas yang kudampingi masuk babak final futsal. Tapi sebelum kegiatanku menjadi juri dimulai, aku menyempatkan diri untuk melihat mereka. Dan demi apapun yang ada di dunia ini, Kim Jong In tampil sangat mencolok di antara beberapa pemain futsal lainnya karena dia mengikat poninya yang panjang ke atas dengan karet gelang. Astaga what the hell are you doin’, Jong In-ah?

Ketika babak pertama sudah berjalan beberapa menit, acara English Speech Contest pun juga ikut dimulai. Kudengar sorak sorai penonton di lapangan futsal membuatku agak tak bisa berkonsentrasi sebagai juri. Tapi setelah kegiatan futsal selesai, kudengar mereka kalah dan Kim Jong In pun cedera lutut. Ketika kuintip dari jendela, aku melihat anak-anak kelas 2.2 istirahat bersama dan Kim Jong In masih bisa tertawa lebar dan aku menarik kesimpulan kalau dia baik-baik saja. Setelah lomba English Speech Contest selesai, dilanjut dengan lomba Abang None. Setiap kelas harus mempunyai perwakilan untuk menampilkan bakat yang mereka miliki. Tapi ketika aku mencari perwakilan kelasku, mereka tak nampak sama sekali. Akhirnya aku menemui anak-anak 2.2 yang kebetulan masih istirahat di depan ruangan.

“Mana perwakilan dari kelas kita? Kok belum datang?”

“Si Irene dari tadi nggak ada Ssaem, saya coba hubungi juga susah.”

“Aduh bagaimana ini? Kalau kelas kita tak ada perwakilan, dendanya mahal lho.” Kataku frustasi.

Semuanya diam tak ada yang menjawab. Mungkin mereka juga takut mau tampil karena mereka belum ada persiapan sama sekali.

“Jong In-ah, kau pernah bilang bisa main gitar kan?” tanyaku penuh selidik.

“Iya Ssaem, malahan dia seorang gitaris band lho.” Kata seseorang yang masih kuingat namanya, Oh Sehun.

“Bagaimana Jong In-ah? Apa kau mau?”

“Aku mau Ssaem, tapi nanti siapa yang akan menyanyi? Kalau cuma gitar pasti nanti membosankan.”

“Si Krystal aja saem. Dia sering nyanyi-nyanyi di kelas suaranya lumayan kok.” Kata seseorang yang duduk di samping Kim Jong In.

“Tapi apakah dia mau? Kalian kan belum pernah latihan.”

“Pasti mau Ssaem. Krystal kan ada ‘ehem’ sama Jong In.”

“Eh? Iya kah?” tanyaku penasaran.

“Tidak ada apa-apa kok Ssaem. Baiklah aku hubungi dia dulu.”

“Nah kan Ssaem, liat apa yang dilakukan Jong In. Cieeeeeee.” Mereka pun heboh meneriaki Kim Jong In yang terlihat sibuk mengutak ngutik handphonenya untuk menghubungi Krystal.

“Baiklah, aku serahkan padamu dan Krystal ya Jong In-ah. Latihanlah dulu sebentar. Kalian akan kuberi nomor urut akhir agar kalian punya waktu untuk latihan.”

“Iya, Ssaem.”


Setelah beberapa kelas tampil, akhirnya sampailah giliran perwakilan kelasku. Aku meminta dengan sangat temanku yang membawa kamera untuk memfoto mereka yang banyak sementara aku akan merekam atau mem-video mereka. Dengan gayanya yang khas dan rasa percaya diri yang tinggi, Kim Jong In dan Krystal memasuki ruangan. Mereka tak terlihat nervous sama sekali, mungkin itu bawaan Kim Jong In yang sudah sering tampil di panggung. Dan petikan gitarpun dimulai. Jong In cukup ahli dalam memainkan gitarnya dan aku langsung terpaku melihat dia bernyanyi diikuti suara lembut Krystal. Mereka seperti pasangan yang serasi L.

Aku baru sadar ketika sebuah tangan terulur padaku. Ada yang mengajak aku bersalaman dan ternyata itu Jong In dan Krystal. Mereka sudah selesai tampil. Dan kemana saja fikiranku tadi sampai aku tak sadar sama sekali mereka sudah selesai? Ini gawat!

~~

Seperti biasa, setiap malam selain aku chattingan dengan Kris, dengan Kim Jong In yang tak pernah absen sampai sekarang, aku juga rajin chat dengan Ji Eun. Dia masih berbunga-bunga saat dia bercerita tentang Jimin, yang katanya dengan wajah polos menjemput dan menggandeng Ji Eun menuju ke kelasnya karena saat itu Ji Eun mau mengajar di kelas Jimin. Jimin pun juga sengaja membuat kue spesial saat pelajaran Tata Boga untuk Ji Eun dan Ji Eun memberi sebuah kamus saku sebagai balasannya. Ah manisnya. Hal seperti itu merupakan hal yang wajar terjadi karena mereka masih di tingkat Junior High School. Coba kalau di sekolah yang aku tempati saat ini? Luhan yang mendapat banyak penggemar di kalangan murid laki-laki saja menjadi bahan perbincangan di kalangan teman-teman mahasiswa sendiri. Padahal Luhan tak ada sama sekali niatan mendekati mereka apalagi menjalin hubungan spesial dengan mereka. Aku merasa ini terlalu berlebihan. Dan hal itu tak hanya berhenti sampai di situ, aku, Jongdae, Jungmo, dan Chanyeol pun juga menjadi bahan obrolan mereka karena hubungan kami yang dianggap terlalu dekat dengan murid. Aku selalu iri pada apapun yang diceritakan Ji Eun padaku tentang teman-temannya yang malahan terlihat mendukung Ji Eun dan Jimin, bukan memojokkan seperti  keadaanku saat ini. Dan masalah inipun tak luput menjadi topik obrolanku dengan Jong In bahkan seperti malam ini dia juga curhat padaku tentang mantan kekasihnya yang ternyata kakak kelasnya sendiri.

‘Jadi, Jessica itu mantan kekasihmu? Yang dandannya bak artis hollywood itu?’

‘Iya noona. Dulu waktu aku masih kelas 1, dia katanya menyukaiku.’

‘Trus kamu langsung bilang iya?’

‘Hehe habis mau gimana lagi. Dulu kan aku masih polos.’

‘Dasar! Kecil-kecil sukanya sama tante-tante!’

‘Haha yang penting kan aku pernah punya mantan cantik!’

‘Nggak penting. Itu percuma kalau nyatanya kamu sekarang masih single. Haha.’ Aku tersenyum puas menggodanya habis-habisan.

‘Iyasih sekarang aku single.’

‘Kalau begitu, ayo kita hangout Jong In-ah.’ Aku tersenyum evil.

‘Ayo! Tapi nanti aku dihajar sama kekasihmu noona. Takut ah!’

‘Lho kamu tahu?’

‘Di instagram noona kan ada.’

‘Kamu kepo ya? Hayoooo...’

‘Iya, hehe aku cuma penasaran waktu itu. Ternyata noona sudah punya kekasih. Aku nggak mau macam-macam ah. Takut!

‘Dasar bocah! Kamu lagi apa Jongin-ah?’

‘Lagi buat mi instan. Noona mau?’

‘Wahh mau,,,,.’

‘Ini udah jadi.’

Dan foto semangkok mi instan pun terpampang di layar chat. Dasar Kim Jong In. Dia akhir-akhir ini sering mengirimi foto makanan yang sedang dia buat. Entah mi instan, nasi goreng, atau piring bekas dia makan -_-. Entah aku tak tahu maksud ketidak-jelasan (baca : ke-gj-an) yang sering dia lakukan. Tapi yang selalu membuatku nyaman saat berkirim pesan dengannya adalah, dia tak pernah mengabaikanku. Dia selalu bilang ketika mau melakukan sesuatu. Seperti ‘aku makan dulu ya noona..’ , ‘udah selesai makan nih..’ , ‘aku mau main futsal dulu..’ , ‘aku udah di rumah..’, dan segala kegiatan mulai dari bangun tidur, sekolah, pulang, sampai tidur lagi. Dan aku juga tak sadar, aku sudah terlalu terbiasa dengan keadaan seperti ini.

~~

Seperti malam-malam biasanya, handphoneku berdering menandakan pesan masuk yang ternyata dari Jong In.

'Aku baru sampai rumah noona. Belum tidur?'



'Kau darimana Jong In-ah? Belum kok.'



'Membeli baju baru untuk tampil besok. Hehe.'



'Oiya, kamu besok main band atau apa?'



'Iya ngeband noona. Sama Oh Sehun dan kawan-kawan.'



'Sehun juga ikut? Wahhhh...'



'Iya, tadi aku keluar beli bajunya sama Sehun juga.'



'Wah besok pasti kalian keren!' kataku antusias.



'Iya donk. Besok pasti banyak yang minta tanda tangan padaku.'



'Dasar kepedean!'



'Haha sekali-kali nggak apa-apa kan. Eh noona, besok foto ya.'



'Foto apa? Foto kamu? Iya tadi Chanyeol sudah kupesan biar besok bawa kamera.'



'Bukan foto aku. Tapi foto berdua.'



'Berdua? Sama siapa? Krystal lagi?'



'Foto berdua sama noona lah -____-“.'



'Foto berdua? Kita?'



'Iya. Noona nggak mau ya?'



'Hmmm... gimana ya? Haha iya iya mau. Besok aku bilang ke Chanyeol biar ambil foto kita yang banyak!'



'Okesip noona!'

~~

Keesokan paginya, aku dan Luhan sengaja berangkat lebih awal dari biasanya karena ini adalah hari puncak acara hari ulang tahun sekolah. Tentunya kami sebagai panitia akan lebih sibuk menyiapkan semuanya. Tapi saat aku dan Luhan memasuki gang menuju basecamp kami, di depan sudah duduk dua onggok manusia yang dengan senyum manisnya menyapa kami,

“Selamat pagi, seonsaengnim!

“Pagi Sehun-ah, Jong In-ah.” Jawab kami hampir bersamaan.

“Kenapa kalian sudah rapi sekali pagi ini?” aku bertanya setengah melongo karena melihat pemandangan indah yang tersaji di depan mata.

“Kami mau checksound sebelum tampil seonsaengnim.” Jawab Kim Jong In yang terlihat semangat sekali pagi ini.”

“Kalian sudah makan pagi?” Luhan bertanya dengan nada yang penuh perhatian.

“Belum seonsaengnim.” Kata Sehun dengan wajah polos sambil memegang perutnya.

“Bagaimana kalau kita makan pagi sama-sama? Sepertinya belum banyak yang datang jadi kita masih punya banyak waktu.” Kataku sambil memastikan jam.

“Baiklah.” Kata mereka serempak.

Dan akhirnya sampailah kami di kantin dan memesan makanan. Aku dan Luhan tak henti-hentinya memandangi mereka. Jika biasanya Kim Jong In memakai seragam yang agak kebesaran saat sekolah, dan Oh Sehun selalu memakai seragamnya dengan santai dengan headphone di leher, hari ini mereka terlihat berbeda sekali. Suatu kolaborasi yang menarik. Kim Jong In yang periang dengan senyum manisnya saat ini tengah memakai kaos hitam dan rompi denim yang terlihat sangat pas sekali di badannya. Dan Oh Sehun, dengan tampang yang biasa dingin dia memakai kaos dengan kemeja kotak-kotak di bagian luarnya. Dia terlihat sangat cool dan manly secara bersamaan. Karena suasana di kantin semakin ramai, aku dan Luhan memutuskan untuk pergi dahulu sebelum ada yang membuat bahan obrolan tentang kami lagi seperti waktu itu. Saat kami hampir keluar dari kantin, Kim Jong In memanggilku dan mendekat.

“Noo—eh seonsaengnim!”

“Iya? Kenapa Jong In-ah?”

“Nanti jangan lupa ya. Foto.”

“Foto? Oh, iya pasti.”

Aku kira keinginan Jong In tadi malam untuk foto bersama hanya basa-basi. Ternyata......

“Kyungsoo-ya! Kenapa kau senyam-senyum sendiri?”

“Tak apa-apa Luhan-ah. Hanya aku merasa hari ini akan indah sekali.”

“Pasti gara-gara Kim Jong In tadi kan? Hayoo... ”

“Sssssst... diamlah Luhan. Kau juga senang kan melihat Sehun tadi? Iya kan? Iya kan? Ayo ngaku.....”

“Kyungsoo-ya jangan keras-keras. Nanti ada yang dengar.”

Dan sepanjang jalan kamipun berbicara sambil berbisik-bisik tidak jelas karena rasa terlalu bahagia yang sedang kami rasakan.

Beberapa jam kemudian, acara dimulai dengan menampilkan pemenang lomba Abang None (Kim Jong In dan Krystal tak masuk daftar pemenang). Setelah melalui sesi panjang seperti catwalk di atas panggung dan menjawab pertanyaan dari juri, acara dilanjut dengan penampilan bintang tamu dari sponsor. Aku, Luhan, dan teman-teman yang lain sudah menempati tempat duduk penonton paling depan karena itu spot terbaik untuk melihat penampilan mereka nanti.

Dan acara yang paling ditunggu-tunggu pun datang. Dunia terasa berhenti untuk kedua kalinya bagiku ketika kulihat Kim Jong In naik ke atas panggung dan mulai memetik gitarnya. Bersama Oh Sehun dan beberapa teman mereka lainnya, mereka membawakan lagu dengan sangat memukau. Yah walaupun jujur aku hanya terpaku pada sesosok gitaris yang tak terlalau tinggi memakai rompi denim itu. Sempat kulihat Oh Sehun tersenyum ke arah Luhan dengan manisnya dan itu cukup membuat Luhan hampir mimisan kurasa. Dasar Oh Sehun penggoda! Chanyeol dan Jongdae juga sibuk ke sana kemari menenteng kamera sambil mengambil jepretan lebih banyak dibandingkan penampilan-penampilan sebelumnya. Ah sepertinya mereka tahu apa yang aku dan Luhan inginkan.

Setelah mereka selesai menampilkan dua lagu, kulihat Kim Jong In dengan wajah kelelahan turun dari pangung dan berjalan menuju ke arahku. Tanpa ba bi bu dia langsung duduk di kursi kosong tepat di sebelahku yang sebelumnya ditempati Chanyeol.

“Kalian keren, Jong In-ah!” pujiku sambil mengacungkan dua jempol ke arahnya.

“Benarkah? Aku keren, noona?”

“Iya, kau yang paling keren!” kataku sambil berbisik agar tak terdengar oleh Luhan. Dia masih terbuai oleh senyuman yang diluncurkan Oh Sehun saat di atas panggung tadi.

“Hahaha ternyata nggak rugi ya noona aku beli baju baru kemarin.”

“Pasti donk. Eh di situ panas Jong In-ah. Kenapa tak pindah tempat duduk?” Kulihat saat ini memang sinar matahari langsung bersinar ke arah tempat duduk Jong In.

“Aku mau di sini saja noona.” Katanya sambil menonton ke arah panggung.

Aku tak tahu apa yang difikirkan Jong In saat ini. Tapi kami tetap duduk berdampingan dalam diam beberapa menit ke depan sambil menikmati penampilan band-band selanjutnya. Getaran asing di dada yang kurasakan beberapa hari yang lalu datang lagi. Aneh. Dan ketika Chanyeol tak sengaja lewat di depan kami, suara Kim Jong In terdengar.

“Park Seonsaengnim, tolong foto kami berdua.”

“Hah? Sekarang?” kataku kaget.

“Iya Noona, ayo foto!” Katanya sambil berbisik ke arahku.

Dan akhirnya dengan ekspresi antara kaget, senang, dan entahlah aku tak tahu lagi bagaimana menjelaskannya, Chanyeol mengambil beberapa jepretan untuk kami berdua. Dan tak ketinggalan Jongdae juga mengambil jepretan kami berdua bersama dengan beberapa murid lainnya.

Terima kasih Park Chanyeol, Kim Jongdae. Kalian memang luar biasa!^^

~~

Malamnya saat aku dan Jong In berkirim pesan, aku tak henti-hentinya memuji Jong In saat dia di panggung tadi.

‘Bagaimana Jong In-ah? Apa kau banyak mendapatkan tanda tangan tadi?’



‘Hahaha aku kan bukan artis. Tapi lumayanlah.’



‘Dasar!’



‘Noona, kita kirim voice note aja ya? Jariku lelah untuk mengetik pesan.’



‘Baiklah.’

Dan jadilah kami saling mengirim pesan melaui voice note. Rasanya aneh dan asing sambil mendengar suarannya, aku juga membayangkan ekspresinya saat mengucapkan kalimat demi kalimat yang ia kirimkan. Sensasinya beda. Dan entah angin darimana, dia tiba-tiba bilang,

‘Eh aku mau ke salon dulu ya noona. Mau potong rambut.’



‘Eh? Kenapa dipotong? Kan belum terlalu panjang?’



‘Biar enteng noona. Aku pergi dulu ya~’

~~

Dan ketika hari Senin tiba, aku melihat Jong In dengan topi yang selalu dia pakai ke mana-mana. Kenapa dengan rambut barunya? Kenapa dia menutupinya? Apa dia malu? Akupun penasaran setengah mati. Setelah kuintip diam-diam melalui jendela kelasnya, aku tak bisa berhenti tertawa untuk beberapa menit ke depan. Entahlah aku harus bilang apa nanti. Bukannya jelek, Kim Jong In tak pernah terlihat jelek bagiku. Tapi, entahlah. Dan kekhawatiranku memuncak saat istirahat handphoneku berbunyi menandakan kalau ada pesan.

Dari : Kim Jong In
‘Bagaimana rambut baruku noona?’

Astaga aku harus jawab apa? Akhirnya setelah kufikirkan matang-matang, aku membalas,

‘Kau seperti anak kecil, Jong In-ah. Entahlah, tapi tetap keren kok!’

‘Aku kan memang masih kecil, noona......’

Dan tawaku berlanjut seharian sambil membayangkan rambut Kim Jong In yang plontos tapi mempesona.

~~



Spring, Mid November.

Pertengahan November adalah hari yang paling kutunggu-tunggu. Dan semakin hari  hubunganku dengan Kim Jong In semakin terasa menyenangkan. Dia sering bercerita padaku ada beberapa tempat yang bagus untuk hunting foto. Aku dengan senang hati mengajak Luhan karena tentunya di mana ada Kim Jong In pasti ada Oh Sehun. Apalagi ditambah dengan kehadiran photographer Chanyeol dan Jongdae, rencana hangout + hunting fotopun akhirnya tersusun dengan baik. Tapi saat H-1 sebelum acara hunting terlaksana, Jongdae tampak ragu-ragu.

“Kyungsoo-ya, apa benar tak apa-apa besok kita hunting sama mereka?” tanya Jongdae saat perjalanan pulang dari sekolah.

“Kan kita ramai-ramai, kalau kita huntingnya cuma berdua mungkin akan jadi masalah.”

“Tapi aku ragu, bukankah sebaiknya kita tunda dulu sampai kegiatan praktek kita di sekolah ini selesai?”

“Tapi kita kan sudah terlanjur janji sama mereka? Bagaimana?”

“Baiklah nanti kita pikirkan lagi.”

Malam harinya aku, Jongdae, dan Luhan berkirim pesan membahas tentang rencana yang akan kita lakukan besok apakah jadi atau tidak, tapi belum selesai kami membahasnya ada yang mengetuk pintu depan rumahku. Tiba-tiba muncullah Kris dengan senyum manisnya padaku.

Dia pulang.

Kejutan.



To be continued.....










0 komentar:

Posting Komentar