Terlihat seorang pemuda paruh baya yang tengah menggunakan sweater hangat berwarna biru tua, sedang mengacak-ngacak rambutnya sendiri sembari mengetik acak komputer di depannya. Dia terlihat sedikit stress, mungkin? Entahlah. Tapi beberapa saat kemudian dia tersentak kaget karena telepon genggam di sampingnya mulai bergetar.
‘Yeboseyo,,,’
‘...............’
‘Ah, ne Hyung. Materinya sedang kusiapkan saat ini.
‘..............................................................’
‘Iya, nanti malam kukirim lewat e-mail saja.’
‘.....................................................’
‘Ne......’
‘.........’
Seorang pemuda yang baru saja berbicara singkat via telepon ‘entah-dari-siapa’ menurunkan sedikit bahunya setelah menutup telepon. Dia terlihat lesu sekali. Baru beberapa detik dia akan melanjutkan pekerjaan di komputernya yang sempat terbengkalai, datanglah sesosok pemuda cantik tak diundang dengan langkah yang mengendap-ngendap dari belakang punggung pemuda satunya.
“Taemin-ah, aku tahu itu kau.”
“Darimana kau tahu? Padahal aku sudah memelankan langkah kakiku, Key.” Sahut si pemuda yang baru datang tadi sambil berkacak pinggang. Dia sudah duduk di depan pemuda yang dia panggil ‘Key’ tadi.
“Lihatlah. Aku bisa melihat pantulan dirimu lewat ini.” Sahut Key dengan malasnya sambil menunjuk botol berlapis aluminium berlogo ‘St*rbuck’ yang terdiam di atas meja. “Lagian, siapa juga yang setiap minggu pagi datang ke rumahku kalau bukan kau, hm?”
“Aaaaaa, arra..... Aku memberi salam berkali-kali sampai-sampai kau tidak mendengarnya. Tapi kenapa mukamu kusut begitu? Tugasmu belum selesai?”
“Yup! Entahlah fikiranku sedang buntu. Apalagi tadi seniorku mengingatkanku tentang deadline nanti malam.”
“Shit, man! Apa dia itu senior di kampusmu yang dulu pernah kau ceritakan padaku, benar?”
“Yeah, dan sekarang aku satu tempat kerja dengannya. Double strikes!”
“Abaikan saja dia, Key. Bukankah kau menyukai pekerjaanmu sekarang? Bahkan kau rela pulang malam setiap hari hanya demi mengerjakan tugas-tugas tak berarti itu?”
“Kau benar, aku memang sedikit menikmatinya. Tapi entahlah, untuk kali ini, otakku sama sekali tak mau bekerja sama.”
“Coba ceritakan padaku. Mungkin aku nanti bisa membantumu, atau minimal menenangkanmu, barangkali?”
“Debate, Taemin-ah. Aku termasuk salah satu panitia Debate Competition yang akan diadakan bulan depan nanti. Dan mereka memberiku banyak tugas salah satunya untuk mencari topik yang tepat untuk para peserta.”
“Lho? Bukankah kau dulu juga pernah mengikuti lomba debat seperti ini saat sekolah dulu? Pakai saja topik atau materi apalah itu. Daripada pusing-pusing.”
“Itu terlalu lama, aku sudah melupakannya karena waktu itu aku dan teman setimku kalah telak. Bahkan aku tak ingat sama sekali topik yang kubahas apa saja waktu itu.”
“Benarkah kau lupa? Semuanya, Key?”
“Entahlah.”
“Tak sedikitpun kau ingat?”
“Hmmmmm.......”
Key memutar otaknya dan berusaha mengingat-ngingat. Tapi sebenarnya, Key sudah mengingat semuanya bahkan sejak dia mendengar akan ada Debate Competition di tempat dia bekerja beberapa pekan lalu. Apalagi saat dia ditunjuk menjadi panitia, ingatan itu mulai tersusun kembali sepeti puzzle yang sedikit demi sedikit menjadi utuh. Dan ketika Taemin melontarkan pertanyaan secara bertubi-tubi, kenangan itu kembali seolah sudah tersusun secara sempurna.
.
.
.
.
.
.
FLASHBACK ON
.
.
.
Second month of 2010.
Pagi hari, Key dan dua orang teman se-timnya sedang berkumpul di salah satu pojokan kantin sekolah. Mereka tengah sibuk mendiskusikan materi yang akan mereka gunakan dalam lomba debat nanti.
“Hei, Key. Kenapa aku gugup sekali ya. Perasaan aku sering mengikuti lomba serupa tapi aku tak pernah segugup ini.” kata pemuda cantik yang bernama Sujeong yang tengah sibuk membolak-balik kertasnya.
“Sudahlah, Sujeong. Bukankah kemarin kita sudah latihan mati-matian? Kau pasti bisa. Lagipula kau kan rangking 1 di kelas kita, jadi seharusnya kau tak khawatir berlebihan seperti ini. Lihatlah, Key tenang-tenang saja dari tadi.”
‘Tenang kau bilang? Haha tak tahu saja kau Myungsoo-ah. Aku dari tadi komat-kamit merafalkan materi kita kau tak lihat?’ batin Key dalam hati karena dia terlalu fokus mengahafal alih-alih menanggapi pernyataan Myungsoo barusan.
“ASTAGA! Kita hampir telat! Ini sudah hampir jam 8. Ruang Debate nya ada di Lab kan? Ayo cepat—Key! Sujeong! Berhenti membolak balik kertas kalian atau kita akan terlambat!”
“Myungsoo cerewet!!!!!!” teriak Key dan Sujeong hampir bersamaan.
Mereka bertigapun berlarian menuju ke Lab yang ternyata sudah dipadati dengan peserta-peserta dari kelas lain. Kebanyakan yang mengikuti lomba ini berasal dari kelas VIII dan kelas IX. Mereka bertiga akhirnya menduduki tempat yang kebetulan masih kosong dan mengamati peserta lain yang masuk satu persatu dengan tenang. Dan beberapa saat kemudian, di sudut pandang seorang Kim Kibum alias Key, terjadilah gerakan slow motion yang sangat lambat ketika salah seorang peserta memasuki ruangan. Seorang pria, maskulin. Sangat. Tengah memakai semacam sweater putih bermotif garis-garis hijau tua. Dia nampak tersenyum dengan manisnya saat mendapati kekasihnya menatapnya. Iya benar. Dia adalah Kim Jonghyun, siswa dari kelas Sosial yang terhitung baru sehari jadian dengan makhluk yang dengan setianya masih membuka mata dan mulutnya lebar-lebar karena kaget, Kim Kibum.
‘KIM JONGHYUN? APA-APAAN INI? Kenapa dia tak bilang padaku kalau dia juga ikut lomba? Aaaaaaa apa yang harus kulakukan?’
Kim Kibum, nama panggilan Key. Pemuda berusia 17 tahun. Yang sedari pagi sibuk komat kamit menghafalkan materi Debate-nya, dan juga sibuk mengumpat di dalam hati karena semua yang ada di kepalanya sekarang hilang sudah, termasuk semua hafalannya dikarenakan datangnya seonggok manusia yang senyum-senyum sendiri tidak jelas semenjak dia masuk ke ruangan. Oh tidak.
Saat giliran Key dan kedua teman se-timnya, Sujeong dan Myungsoo tiba, Key masih tetap seperti sebelumnya. Ekspresi blank dan tak bisa ditebak. Lawan tim mereka kali ini adalah tim dari kelas Sains 3 yang terkenal dengan kecerdasan serta kecerewetannya, dan tanpa ba-bi-bu, tim Key pun kalah telak.
Kalian tahu bagaimana bisa tim mereka kalah telak? Yeah, selain penyebabnya adalah tim lawan yang kelewat cerdas sekaligus cerewet, ini juga disebabkan oleh 2nd speaker yang seharusnya menyampaikan pendapatnya panjang lebar, tetapi faktanya dia hanya mengucapkan beberapa kata, saja, atau bisa dibilang hanya poinnya, dan tak ada satu menit, selesai. Para juripun sampai geleng-geleng kepala. Mungkin mereka bertanya-tanya seperti ‘What's wrong with him? ‘, ‘Kenapa bicaranya bisa secepat itu seperti dikejar anjing? ‘,atau ‘Kenapa dia jadi salah tingkah begitu?‘ dan bla bla bla disertai anggapan lainnya. Mungkin alasan ketiga-lah yang paling tepat.
Jadi untuk kelompok Key yang berasal dari kelas Sains 6, pembagian tugasnya adalah 1st speaker = Sujeong, 2nd = Key, 3rd = Myungsoo. Pembagian tugas ini sudah didasarkan pada kemampuan masing-masing, jadi setiap orang sudah mengetahui apa saja tugasnya dan apa saja hal-hal yang akan mereka debatkan. Tapi, hasil memang tak ada yang bisa memprediksi tentang menang atau kalahnya suatu perlombaan.
“Hey, Key. Ada apa denganmu? Apa kau tadi nervous sampai semua yang kau hafalkan hilang semua?” sungut Sungjeong dengan raut muka yang terlihat sangat kesal.
“Iya, Key. Kemarin-kemarin saat kau latihan, kau lebih bagus lhoh dari kami. Memangnya ada apa?”
“Aaaaah miaaaaaan aku mengacaukan semuanya.” Rutuk Key sambil meremas-merams rambutnya acak sambil berkomat-kamit tidak jelas.
‘Bagaimana aku bisa menceritakannya pada kalian, kalau penyebab kita kalah mungkin gara-gara tatapan seseorang yang seakan melubangi kedua tubuhku, mulai saat kita maju ke depan, memberi salam kepada juri, dan saat bagianku berbicara, orang itu malah menatapku makin intens. Aku harus bagaimana coba? Dia, yang baru menjadi kekasihku 1 hari, Kim Jonghyun, menatapku lekat-lekat saat aku mulai membuka mulutku. Bagaimana aku bisa menyampaikan seluruh materi yang sudah kuhafalkan jika saat kedua mata kami bertemu, kepalaku dan seluruh isinya terasa kosong, digantikan oleh sosoknya yang entah kenapa senyumnya selalu melekat tak kunjung hilang. Ah! Sial kau, Kim Jonghyun!’
.
.
.
Setelah perlombaan debate selesai, mereka bertiga, Key, Sungjeong, dan Myungsoo berpisah di dekat tempat parkir sekolah. Saat Key ingin mengambil kendaraannya, HP di sakunya bergetar. Buru-buru dicek, ternyata ada sebuah pesan singkat dari sang kekasih.
‘Kau di mana?’
Singkat sekali!. Batin Key kesal.
‘Di dekat tempat parkir? Waeyo?’
‘Kau sudah makan? Kutunggu di kantin.’
Key-pun putar arah menuju kantin sekolah. Kalau diingat-ingat, dia sudah sarapan tadi pagi. Mungkin dia nanti akan memesan minum saja karena perutnya masih terasa agak kenyang. Setelah berjalan beberapa menit, sampailah dia di kantin yang ternyata masih ramai. Key menemukan seonggok manusia bersweater putih-hijau tua sedang melambai-lambaikan tangannya ke arahnya. Ternyata dia sedang memesan.
“Kau mau apa?” Tanya Jonghyun saat Key sudah berdiri di sampingnya.
“Aku sudah makan, Jonghyun. Bagaimana kalau minum saja?”
“Heeey, kau harus menemaniku makan. Bagaimana kalau kupesankan mie goreng?”
“Hmmm, oke.”
“Minum? Pop ice coklat?”
“Kelihatannya enak.”
“Oke. Buuu, pesan mi gorengnya satu porsi, trus kalau buat saya yang kayak biasa ya bu, sama pop ice coklatnya 2 gelas, dan ........” Terdengar suara Jonghyun yang sibuk memesan sementara aku mencari tempat duduk.
“Hey Jonghyun, aku mau bicara.” Sapa Key saat Jonghyun sudah duduk di hadapannya.
“Bicara apa?”
“Kenapa kau tidak bilang kalau kau juga ikut lomba tadi? Kau sengaja ya?”
“Hehe, surprise, sayang.”
“Surpise apanya? Kau membuat hafalan di kepalaku hilang semua!”
“Hey, memangnya siapa yang menyuruhmu menghafal?”
“Oiya ya. Kau kan enak, dari dulu sudah terbiasa bicara pakai Bahasa Inggris sama om bulemu itu. Aku?”
“Memangnya aku dari lahir bisa biacara Bahasa Inggris langsung? Kan harus belajar juga.”
“Aku juga sudah belajar, tapi kau juga lihat kan tadi hasilnya?”
“Hehe, yang penting kau sudah berusaha yang terbaik. Tapi kelihatannya kau tadi nervous sekali? Apa semenakutkan itu tatapan mataku?”
“Nervous gara-gara tatapan matamu? Haha, jangan konyol Kim Jonghyun.”
“Tak usah bohong, Key. Aku tahu kok.”
“Tahu apa?”
“Ya tahu aja.”
“Ih, menyebalkan!”
“Sudah-sudah nak berantemnya. Ini pesanan kalian sudah jadi.” Suara ibu kantinpun tiba-tiba muncul dan menghentikan cekcok kecil di antara mereka.
“Terimakasih, bu.” Ucap Key dan Jonghyun hampir bersamaan.
Key sibuk mengaduk mie gorengnya yang belum tercampur bumbu, sementara lelaki di depannya juga mengaduk mie goreng kepunyaannya tapi dengan sedikit kewalahan.
“Jjong, punyamu kok banyak sekali? Berapa porsi yang kau pesan?”
“Hehe, aku pesan 2 porsi Key, plus tambahan nasi. Ibu kantin sampai hafal pesananku karena aku selalu memesannya setiap hari. Kadang ditambah telur ceplok.”
“Kau yakin bisa menghabiskannya?”
“Lihat saja nanti.”
Dan benar, ketika Key makan di sendokan ke-limanya, piring Jonghyun sudah bersih mengkilap seperti piring baru dicuci.
“Lihat, kan. Punyaku sudah habis. Makanlah yang banyak sayang, biar gemuk.”
“Perutku sudah penuh, Jjong.”
“Kalau kubantu menghabiskan bagaimana?”
“Kau masih kuat makan? Astaga.”
“Okey, kuhabiskan.”
Dan Kim Jonghyun berhasil mengabiskan piring ke 2,5 nya.
.
.
.
.
.
.
FLASHBACK OFF
.
.
.
“Taemin-ah, kau mau mie goreng?”
“Hah? Mie goreng? Sepertinya enak. Aku mau satu ya, Key.”
“Baiklah, akan kubuatkan.”
“Tapi kenapa tiba-tiba? Bukannya kau sedang mengerjakan deadlinemu?”
“Nanti saja. Hahahahhhahaaaa...”
‘Dasar orang aneh’ batin Taemin sambil memandang sahabatnya yang tawanya masih terdengar di dapur.
“Key, kunyalakan speakermu yang ini ya?” Tanya Taemin sambil agak berteriak karena letak dapur yang Key tempati agak jauh di belakang.
“Iyaaaaa, kalau perlu volumenya diperkeras biar aku juga bisa dengar.” Balas Key dengan berteriak juga.
“Baiklah.”
Beberapa saat kemudian, lagu-lagu pun terdengar. Terdengar suara Taemin bergumam tak jelas sambil menyanyikan liriknya, dan di dapur belakang ada suara teriakan seperti burung gagak yang juga memaksa ikut menyanyi mengikuti irama lagu. Saking semangatnya, masakan yang dimasak Key pun akhirnya matang dan mereka berdua makan dengan lahap. Tiba-tiba musikpun berganti menjadi lagu yang sangat mereka kenal.
‘Eereol ddaereul bomyeon na’
When I see myself during these times
When I see myself during these times
‘Eorigineun hangabwa’
I feel that I really am young
I feel that I really am young
‘Noon apae dugodo eojji hal jul molla’
Even with you in front of me I don’t know what to do
Even with you in front of me I don’t know what to do
...................
‘Hello, hello’
‘Nareumdaero yonggil naesseoyo’
I brought up the courage
I brought up the courage
‘Hello, hello’
‘Jamshi yaegi hallaeyo’
I want to talk to you for a moment
I want to talk to you for a moment
‘Hello, hello’
‘Naega jom seodooljin mollado’
I may be rushing a bit
I may be rushing a bit
‘Who knows? Eojjeom oorin’
Who knows? We might
Who knows? We might
‘Jal dwaeljido molla’
End up doing well
End up doing well
“Taemin-ah, kau ingat lagu ini?”
“Iya, Key. Ini lagu saat kita kelas 2 SMA, benar kan?”
“Iya, kau benar. Dan apa kau juga masih ingat?”
“Iya, aku tahu maksudmu. Ini lagu kesukaan-nya juga.”
“Aku ingat setiap pagi saat berangkat sekolah, dia selalu memutarnya di perjalanan. Dan saat sampai di kelas, waktu itu belum ada murid yang datang kau tahu, dia malah menari-nari sambil menyanyi tak jelas mengkuti lagunya.”
“Hahahaha aku juga ingat, Key. Dia di kelas juga suka melakukannya bersama Minho satu-satunya sahabatnya.”
“Kira-kira, kabarnya bagaimana ya, Taemin-ah? Kau tahu?”
“Hmmmmm, terakhir dia menghubungiku, mungkin sekitar seminggu atau dua minggu yang lalu. Setelah itu, dia tak memberi kabar apapun. Yeah, seperti biasa.”
“Syukurlah, sepertinya dia baik-baik saja di sana.”
“Iya, Key. Syukurlah.”
.
.
.
.
.
.
Syukurlah, sepertinya kau baik-baik saja di sana, Jjong. Walau tanpaku, kau tetap menjalani hidupmu dengan baik. Dan tanpamu, aku masih betah untuk menguraikan cerita kita dalam wujud kata per-kata.
Karena bagaiamanapun, kau kenanganku yang paling mengesankan. Walaupun sudah berlalu selama 6 tahun, walaupun aku terkadang lupa beberapa fragmen kenangan kita, tapi aku masih ingat rasanya. Rasa nyaman yang menenangkan. Rasa yang hanya bisa kurasakan saat bersamamu.
Aku sudah berusaha mengurangi intensitas kegiatan yang akan memicuku untuk mengingat segala hal tentangmu, tentang kita. Sudah lama tak kudengar lagu-lagu cinta karena akhir-akhir ini, aku tak merasakan apapun. Semuanya hanya seperti melodi-melodi yang lewat, tak seperti lagu yang selalu kau lantunkan dulu padaku. Sebuah lullaby wajib yang kau nyanyikan via telepon sebelum tidur.
Kalau kau tanya padaku, bagaimana keadaanku sekarang?
Yah, aku baik. Baik yang tak seperti dulu. Tapi aku berusaha menjadi lebih baik untuk orang-orang yang selalu bersamaku.
Dan by the way, aku sangat iri padamu, Taemin-ah. Sangat. :(
.
.
.
.
.
TBC?
.
.
Hello fellas, long time no see. Udah setahun yang lalu ya aku bikin cerita ini terakhir kali. Dan kali ini, ternyata aku belum lelah untuk melanjutkan ceritanya. (Tapi pembaca udah lelah nih oey!) Hahahahaha. Untuk menyelesaikan chapter 6 ini, aku ngebut selama 3 hari dan akhirnya jadilah cerita yang paling gak jelas sejagad raya. Entahlah, mungkin karena nggak ada yang perlu diceritakan kali ya, jadi akunya agak sedikit gak punya hasrat (?) buat mengenang-ngenang lagi, takutnya lupa jalan pulang. Ea. Tapi, yeah jadilah cerita yang aku pikir kok pendek banget ya daripada chapter sebelumnya. Yang penting, Kim Kibum yang sekarang bukan Kim Kibum yang suka melo-meloan lagi, yang suka nangis gak jelas (masih suka nangis sih kalo liat drama wkwkwk), dan jadi Kim Kibum yang lebih kuat. Yuk ah, see you next year ya, insha allah kalau Kim Kibumnya masih setrong. :D
.
.
.
See you when i see you, my 11 November.
0 komentar:
Posting Komentar